Kamis, 24 Juni 2010

Tujuan Pembelajaran sebagai Komponen Penting dalam Pembelajaran

Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

Agar  proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Oleh karena itu, melalui tulisan yang sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya..

B. Apa Tujuan Pembelajaran itu?

Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.

Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .

Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.  Yang menarik untuk digarisbawahi  yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).

Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.

B . Bagaimana Merumuskan Tujuan Pembelajaran?

Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.

Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.

Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005)Â menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) Â analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.

Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.

Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan

Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.

Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima)

C. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.
4. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
5. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, yang didalamnya mencakup komponen: Audience, Behavior, Condition dan Degree

Merumuskan Tujuan Pembelajaran?

Merumuskan Tujuan Pembelajaran?
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi.
Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kendati demikian, di lapangan kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran seringkali dikacaukan dengan perumusan indikator pencapaian kompetensi. Sri Wardani (2008) bahwa tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kolektif, karena rumusan tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh desain kegiatan dan strategi pembelajaran yang disusun guru untuk siswanya. Sementara rumusan indikator pencapaian kompetensi tidak terpengaruh oleh desain ataupun strategi kegiatan pembelajaran yang disusun guru, karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai siswa. Di samping terdapat perbedaan, keduanya memiliki titik persamaan yaitu memiliki fungsi sebagai acuan arah proses dan hasil pembelajaran.
Terlepas dari kekacauan penafsiran yang terjadi di lapangan, yang pasti bahwa untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku; dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.
Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation);
2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan
3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam setiap aspek taksonomi terkandung kata kerja operasional yang menggambarkan bentuk perilaku yang hendak dicapai melalui suatu pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, dalam tabel berikut disajikan contoh kata kerja operasional dari masing-masing ranah.
Merujuk pada pemikiran Bloom di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran seyogyanya dapat mencakup seluruh ranah perilaku individu. Artinya, tidak hanya sebatas pencapaian perubahan perilaku kognitif atau intelektual semata, yang hingga ini tampaknya masih bisa ditemukan dalam praktik pembelajaran di Indonesia.
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan
Masih berkenaan dengan perumusan tujuan pembelajaran, Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima).
Contoh rumusan tujuan pembelajaran dalam perkuliahan mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Setelah mengikuti kegiatan perkuliahan diharapkan:
“Mahasiswa dapat menjelaskan minimal tiga prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”
Mahasiswa= Audience
Menjelaskan= Behavior
Prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan = Condition
Minimal tiga prinsip= Degree
Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan otoritas guru sepenuhnya, namun seiring dengan penerapan konsep pembelajaran demokratis dan pembelajaran partisipatif, maka dalam merumuskan tujuan pembelajaran, selain memperhatikan tuntutan kurikulum yang berlaku, seyogyanya guru dapat melibatkan siswa didalamnya. Keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat lebih termotivasi dan lebih fokus mengikuti setiap kegiatan belajar dan pembelajarannya. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengharmonisasikan untuk mempertemukan tujuan-tujuan pembelajaran sebagaimana digariskan dalam kurikulum dengan tuntutan kebutuhan dan tujuan belajar siswa.
C. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.
4. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan, dan diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
5. Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku yang menyeluruh, didalamnya tercakup perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.
6. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, dengan memperhatikan kaidah-kaidah tertentu.
Sumber:
Fitriana Elitawati .2002. Manfaat Tujuan Dalam Proses Belajar Mengajar. online : http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-belajar-mengajar/. diakses 15 September 2009
Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Omar Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara
Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Sri Wardani (2008). Perbedaan Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan Pembelajan, on line: http://p4tkmatematika.org/2008/10/perbedaan-indikator-pencapaian-kompetensi-dan-tujuan-pembelajaran-oleh-drasri-wardhani-mpd/, diakses 15 September 2009.
W. James Popham dan Eva L. Baker.2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis (Terj. Amirul Hadi, dkk). Jakarta: Rineka Cipta.
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.

Perumusan tujuan pembelajaran

k.cTUJUAN PEMBELAJARAN
Salamah/NIM 0708218
A. Pendahuluan
Secara filosofis tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup. Pentingnya tujuan dalam proses pendidikan sama hal pentingnya pendidikan dalam proses kehidupan. Mungkin tidak ada tujuan pendidikan bagi orang yang tidak memiliki tujuan hidup. Tanpa adanya tujuan yang jelas seperti dikatakan Davies (1976:73) semua perencanaan itu bagaikan mimpi yang tak mungkin dilakukan.
Tujuan pendidikan menggambarkan tentang idealisme, cita-cita keadaan individu atau masyarakat yang dikehendaki. Karenanya tujuan merupakan salah satu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan, sebab tidak saja memberikan arah kemana harus dituju, tetapi juga memberikan arah ketentuan yang pasti dalam memilih materi, metode, alat/media, evaluasi dalam kegiatan yang dilakukan.
Dengan sebuah rumusan tujuan pendidikan, maka proses pendidikan akan dengan mudah dinilai/diukur tingkat kebehasilannya. Keberhasilan pendidikan akan dengan mudah dan cepat dapat dilihat dari segi pecapai tujuan. Dengan tujuan juga mempermudah menyusun/menetapkan materi, metode dan alat atau media yang digunakan dalam proses pendidikan.

B. Konsep, Fungsi dan Sumber Tujuan Pendidikan

1. Konsep Tujuan Pendidikan
Menurut Zais (1976:439) komponen kurikulum adalah:







Tujuan adalah merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum. Zais (1976:297) menegaskan bahwa sebagai komponen dalam kurikulum, tujuan merupakan bagian yang paling sensitif, sebab tujuan bukan hanya akan mempengaruhi bentuk kurikulum tetapi juga secara langsung merupakan fokus dari suatu program pendidikan.
Dalam beberapa leteratur pendidikan/kurikulum memakai beberapa istilah tujuan seperti purposes, aims, goals dan objectives untuk menunjukkan harapan pendidikan. Oliva menggunakan beberapa istilah seperti “out come, aim, end, purpose, function, goal dan objective”. Meskipun istilah-istilah ini dalam bahasa umum mempunyai persamaan, tetapi dalam bahasa pendidikan mempunyai perbedaan yang bermakna. Out come mengarah kepada harapan akhir secara umum. Sedangkan “aims” sama dengan “end”, purpose, function dan univesal goal”. Tujuan pendidikan ini sangat luas. Biasanya merupakan pernyataan tujuan pendidikan umum, yang dapat dipakai sebagai petunjuk pendidikan seluruh negara tersebut.
Beberapa istilah tujuan yang menggambarkan pada tingkat yang berbeda-beda, seperti: Aims yang menunjukkan arah umum pendidikan. Secara ideal, aims merefleksikan suatu tingkat tujuan pendidikan berdasarkan pemikiran filosofis dan psikologis masyarakat (Miller dan Seller, 1985: 175 dalam Mohammad Ansyar 1989: 93). Dengan perkataan lain aims adalah statemen tentang hasil kehidupan yang diharapkan (expected life outcomes) berdasarkan skema nilai filsafar hidup (Boudy, 1971:13). Menurut Zais, (1976:298) aims untuk tujuan pendidikan jangka panjang yang digali dari nilai-nilai filsafat suatu Bangsa.
Zais menjelaskan tujuan kurikulum (aim) merupakan pernyataan yang melukiskan keidupan yang diharapkan, tujuan atau hasil yang didasarkan pada pandangan filsafat dan tidak langsung berhubungan dengan dengan tujuan sekolah. Tujuan ini mungkin dapat dicapai setelah seseorang menyelesaikan pendidikan. Barangkali aims ini dapat disamakan dengan “tujuan pendidikan nasional” di Indonesia, karena pada tujuan pendidikan nasional ini dinyatakan keinginan bangsa Indonesia untuk mencapai suatu hasil pendidikan yang berlandasakan filsafat hidup bangsa Indonesia yang bernama Pancasila. Tujuan jenis ini tidak berkaitan langsung dengan hasil pendidikan di sekolah atau hasil proses belajar mengajar dalam ruang-ruang kelas.
Aim merupakan target yang pencapaiannya jauh dari situasi sekolah dan hasilnya mungkin jauh setelah proses belajar-mengajar di sekolah selesai. Contohnya untuk menjadikan manusia yang memiliki rasa tanggung jawab pada negara, atau manusia yang sehat jasmani dan rohani, berbudi pekerti luhur, mandiri dan lain-lain. Dan ini hanya mungkin dapat dicapai setelah anak menyelesaikan beberapa tingkatan pendidikan formal, informal dan bahkan mungkin non formal. Untuk mencapai tujuan umum “aims” perlu ditentukan pula yang lebih spesifik dari aims tersebut yang biasa dinamakan dengan goals.
Goals merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan objectives. Yang tersebut terakhir adalah tujuan yang dicapai sebagai hasil belajar dalam ruang-ruang kelas sekolah (Miller dan Seller, 1985: 179) dengan perkataan lain, goals adalah hasil proses belajar menurut suatu sistem sekolah (Zais, 1976:306). Goals lebih umum dari objectives dan bukan merupakan hasil langsung proses belajar dalam ruang kelas dan untuk mencapainya memerlukan seperangkat objectives. Contohnya antara lain adalah kemampuan berpikir analitik dan berpikir kritis, mengapresiasi dan mengamalkan ajaran agama Islam dan lain sebagainya. Barangkali di Indonesia goals ini dapat disamakan dengan tujuan kurikulum sekolah atau tujuan institusional.
Tingkat tujuan yang lebih rendah dari goals dalah objectives yaitu tujuan suatu unit atau pokok bahasan yang lebih spesifik yang merupakan hasil belajar dalam ruang-ruang kelas sekolah. Pada tingkat ini, kita berbicara tentang kemungkinan pemakaian objectives tingkah laku (behavioral objectives) yang menunjukkan tingkah laku yang eksplisit yang dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pelajaran. Dengan perkataan lain objective adalah hasil belajar siswa dalam kelas, yaitu hasil proses belajar mengajar dalam kelas atau kegiatan belajar mengajar setiap haris sebagai hasil implentasi kurikulum. Contohnya: siswa mengusasi prinsip-prinsip dasar ilmu kimia, siswa dapat menyelesaikan 4 soal dari 5 soal persamaan kuadrat dan lain-lain.
Menurut Muhammad Ansyar (1989: 94) Marger (1962) adalah salah seorang yang paling gigih menekankan penting ditetapkan tujuan tingkah laku ini. Dia mengemukakan bahwa tujuan tingkah laku harus mencakup tiga komponen: (1) tingkah laku yang diinginkan, (2) kondisi tertentu tempat tingkah laku itu terjadi, dan (3) tingkat untuk kerja tingkah laku itu.
Di Indonesia kita kenal tingkatan/hirarkis tujuan itu dalam beberapa istilah seperti Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Instruksional Umum dan Khusus. (Depdikbud, 1984/1985:5)

2. Tujuan Pembelajaran
Tujuan institusional/goal dan tujuan kurikuler dijabarkan lagi dalam tujuan pembelajaran, tujuan ini lebih konkret dan lebih operasional yang pencapaiannya dibebankan kepada tiap pokok bahasan yang terdapat dalam tiap bidang studi. Menurut Suryosubroto, (1990: 20-21) tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh peserta belajar sesudah ia melewati kegiatan instruksional yang bersangkutan dengan berhasil. Kita dapat membedakan dua macam tujuan pembelajaran, yaitu: (1) Tujuan Pembelajaran Umum (TPU), tujuan instruksional umum kata-katanya masih umum, belum dapat diukur. Contohnya Siswa memahami konsep zakat dalam ajaran agama Islam. (2) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). Rumusan tujuan ini ditujukan pada (siswa), dengan langsung dapat diketahui (diukur) pada setiap kegiatan pengajaran berlangsung, dengan kata dan sayrat-syarat tertentu. Seperti kata kerja operasional, mengandung satu tingkah laku, berorientasi pada siswa, dapat diukur. Contoh. Melalui demonstrasi dan latihan siswa dapat mempraktekkan shalat maghrib dengan benar dan tertib.
Menurut Kaber (1988:11) tujuan instruksional spesifik dapat ditarik dari sumber pokok:
a. dari tujuan umum, seluruh kegiatan sekolah
b. dari tema (organizing center), topik yang dipelajari
c. dari perkembangan keterampilan yang dipelajari secara kontinu, misalnya dalam bahasa.

Tujuan instruksional mengandung dua komponen yaitu komponen isi dan komponen proses. Komponen isi berfokus pada memperoleh fakta, konsep, prinsip-prinsip yang berhubungan dengan topik yang dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik beratkan perhatian pada kegiatan, pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan topik. Jenis-jenis tujuan instruksional dapat digolongkan atas:
a. Tujuan yang berbetuk tingkah laku (behavioral objectives)
b. Tujuan yang berupa penampilan (peformance objective)
c. Tujuan yang bersifat mengungkapkan diri (expressive objectives)
d. Tujuan yang mengacu kepada ranah perilaku (domain refence objectives).

Dari sejumlah uraian tentang konsep tujuan tersebut secara garis besar yang dimaksud dengan tujuan adalah Suatu pernyataan atau rumusan tentang deskripsi tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh dan dimiliki seseorang setalah melakkukan atau menyelesaikan kegiatan pendidikan/belajar (sesuai dengan hirarkisnya).
3. Fungsi Tujuan
Rumusan tujuan pendidikan yang tepat dapat berfungsi dan bermanfaat dalam kegiatan pengembangan kurikulum, minimal sebagai berikut:
1) Tujuan akan menjadi pedoman bagi disainer untuk menyusun kurikulum yang efektif, (Davies: 1976: 73, Pratt, 1980: 145) dengan demikian memberikan arah kepada para disainer kurikulum dalam pemilihan bahan pelajaran, yaitu bahan pelajaran yang menopang tercapainya tujuan pendidikan.
2) Tujuan merupakan pedoman bagi guru dalam menciptakan pengalaman belajar (Pratt, 1980: 145)
3) Tujuan memberikan informasi kepada siswa apa yang harus dipelajari (Pratt: 145, Davies: 73)
4) Tujuan merupakan patokan evaluasi mengenai keberhasilan program (proses belajar mengajar) (Pratt: 145, Daveis: 74)
5) Tujuan menyatakan kepada masyarakat tentang apa yang dikehendaki sekolah, apa yang hendak dicapai (Pratt: 145 – 146)

Dari uraian di atas jelas bahwa tujuan pendidikan merupakan patokan, pedoman orientasi bagi para pelaksana/pendesain pendidikan.

4. Sumber Tujuan
Para ahli kurikulum tampaknya agak susah membedakan antara sumber dan kriteria dalam penetapan tujuan. Smith, Stanley dan Shores (1957: 108-123) misalnya mengistilahkan dengan pengembangan prinsip/kriteria penetapan tujuan kurikulum, yaitu tiga kreteria yang berupa substantif, dan dua kriteria prosedural. Krieria substantif bagi penetapan tujuan adalah kebutuhan dasar anak-anak, kebutuhan sosial atau masyarakat, dan ide-ide demokrasi. Kriteria yang yang hampir sama diajukan oleh Tyler (1949) yakni studi tentang pelajar, studi tentang kehidupan masyarakat di luar sekolah, dan saran-saran dari ahli mata pelajaran. Lebih jauh Tyler menekankan pendapatnya bahwa filsafat dan psikologi belajar merupakan “saringan” atau kriteria bagi penetapan lebih lanjut tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Zais (1976: 301-305) mengemukakan hal yang mirip dengan yang dikemukakan oleh kedua sumber di atas. Dia menamakannya sumber-sumber tujuan, yaitu sumber emperis mengenai studi tentang masyarakat dan pelajar; sumber filosofis, dan dan sumber yang berasal dari mata pelajaran.
Menurut Zais (1976:301) sumber-sumber tujuan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni sumber empirik, sumber filosofi, dan sumber bidang kajian atau subject matter. Sumber empirik mengacu kepada apa yang diinginkan oleh masyarakat, sumber filosofi merupakan kajian apa yang diisyaratkan (ought to be) untuk dicapai dalam suatu program pendidikan, dan sumber bidang kajian merupakan tujuan apa yang harus dicapai melalui kajian bidang studi.
Ketiga sumber yang digunakan dalam mengembangkan tujuan kemudian dikonstruksi dalam pola hirarkhi tujuan. Sumber empirik dan filosofi dikelompokkan dalam tujuan akhir (ends) atau tujuan pendidikan nasional, sedangkan sumber bidang kajian dikelompokkan ke dalam tujuan objectives (means) yang merupakan alat untuk mencapai tujuan akhir.
Semua penulis tersebut menekankan bahwa semua pengembang dan pendesain kurikulum hendaknya mengenal bahwa tujuan-tujuan bersumber dari asumsi-asumsi tentang pekajar, masyarakat dan ilmu pengetahuan. Menurut mereka tidak satupun dari ketiga sumber tersebut dapat dikesampingkan para ahli kurikulum. Dan amat penting sekali untuk saling menjaga keseimbangan antara ketiga sumber kurikulum tersebut.
Smith, Stanley dan Shores (1957) mengajukan juga kriteria lain bagi penetapan tujuan yaitu keterwakilan, kejelasan, keterpertahankan, konsistensi dan fisibilitas.

B. Perumusan Tujuan Pendidikan
1. Klasifikasi Tujuan Pendidikan
Broudy (dalam Zais, 1976: 307) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategore yang saling berkaitan. Pertama, tujuan pendidikan diarahkan pada pencapaian pola nilai utama. Nilai ini merupakan refleksi dari pandangan filsafat, yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap ketiga ciri tujuan pendidikan lainnya.
Kedua tujuan pendidikan menurut Broudy, adalah organisasi sosial yang lebih disukai. Ketiga peranan sosial yang lebih diinginkan, dan keempat gaya hidup yang lebih disenangi. (Zais, 1976:308)
Schubert (1986, 202-206) mengajukan empat tujuan pendidikan yaitu; (1)sosialisasi, (2)pencapaian, (3) pertumbuhan, dan (4)perubahan sosial. Sosialisasi merupakan tujuan yang harus dicapai anak didik agar mereka dapat hidup dengan baik dimasyarakat, dan dengan kebudayaannya.
Pencapaian atau prestasi perorangan biasanya diperlukan bagi anak-anak di negara industri dan post-industri, tempat prestasi merupakan gaya kehidupan yang hidup dimasyarakat.
Pertumbuhan personal anak bermula pada masa pendidikan progresive yang dipelopori John Dewey. Pendidikan dengan tujuan pertumbuhan muncul dalam beberapa versi, nama seperti pendidikan terbuka pada tahun 1960-an dan awal 70-an, pendidikan humanistik, 1950-an dan 1980-an. Tujuan pendidikan pertumbuhan personal memerlukan penyesuai kurikulum yang mengakomodir kebutuhan pribadi, bakat, minat, dan kemapuan anak yang berbeda-beda. Perubahan sosial, menurut aliran ini sekolah dapat dan harus mengusahakan perbaikan sosial (Muhammad Ansyar, 1989:102).
2. Klasifikasi Tujuan Pembelajaran
Oleh karena sukar menetapkan tingkat suatu tujuan yaitu, apakah itu pada tingkat tujuan pendidikan nasional (aims), atau pada tingkat sekolah, atau ruang kelas, maka Zais (1976: 308-309) mengajukan tiga kategore (fakta, keterampilan, dan sikap) biasa dipakai sebagai cara utama untuk menyusun tujuan kurikulum (goals) dan tujuan pembelajaran (objectives).
Fakta biasanya diartikan sebagai asimilasi yang dapat berupa unit-unit data, opini, atau konsep-konsep yang kompleks. Keterampilan adalah kemampan untuk melakukan sesuatu, termasuk proses seperti membaca, menulis, berpikir, kritis, berkomunikasi dan keterampilan fungsional lainnya. Sikap berkaitan dengan watak yang diinginkan atau perasaan yang timbul dari berbagai rangsangan, termasuk kecenderungan seperti kesukaan atau ketidaksukaan,, berminat atau tidak berminat dan lain-lain.
Klasifikasi tujuan yang lebih sistematis telah dikemukakan Bloom (1956) dan Krathwohl, Bloom dan Masia (1964) seperti tertera dalam Zais (1976: 304-310) Tanner dan Tanner (1975:121-131). Tujuan pendidikan dikalsifikasikan pada tiga ranah besar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Proses kognitif diklasifikasikan ke dalam suatu urutan hirarkis, dari tingkat berpikir yang sederhana ke tingkat intelektual yang lebih kompleks:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi

Ranah afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan demensi perasaan, tingkah laku, atau nilai, seperti apresiasi terhadap karya seni, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain.
Ranah afektif dibagi menjadi lima tingkatan yang bergerak dari kesadaran yang sederhana menuju kekondisi di mana perasaan memegang peranan penting dalam mengontrol tingkah laku:
1) Menerima
2) Responsif
3) Menghargai
4) Organisasi
5) Karakteristik

Ranah psikomotor dibagi empat tingkatan, dari yang paling sederhana kepada tingkat yang paling kompleks, yaitu:
1) Observasi
2) Meniru
3) Praktek
4) Adaptasi.

Kegunaan taksonomi tujuan telah memberikan kntribusi yang besar terhadap penyempurnaan teknik evaluasi hasil kurikulum. Oleh karena itu, analisis tujuan-tujuan yang dikemukakan pada taksonomi membantu petugas kurikulum menjaga konsistensi serta menjaga keseimbangan tujuan antara berbagai ranah.

3. Kriteria Perumusan Tujuan Pembelajaran
Dalam pendahuluan telah dikemukakan betapa pentingnya tujuan pendidikan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum dan pengajaran. Tujuan merupakan dasar orientasi sekaligus sesuatu yang akan dicapai dalam semua program kegiatan pendidikan. Seperti dikatakan Hilda Taba dalam (Davies, 1976: 56) terdapat banyak hal yang terlibat dalam kegiatan kurikulum atau pengajaran, yaitu siswa, materi pengajaran, guru, kelas, dan varaisi-variasi aktivitas lain yang kompleks. Untuk mengikat kesemuanya itu agar dapat berjalan secara harmonis, tidak saling bertentangan diperlukan tujuan, penekanan yang konsisten, yang berfungsi mengikat dan menyatukan program-program kegiatan tersebut. Tanpa tujuan yang jelas mustahil kesemuanya itu dapat dilaksanakan dengan baik.
Kurikulum sekolah yang disusun bagaimanapun juga dimaksudkan agar dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien. Karenanya tujuan merupakan faktor yang paling menentukan, maka penyusunan tujuan-tujuan itu harus benar-benar dipertimbangkan dengan cermat. Hal itu mengingat bahwa tujuan yang disusun itu tidak dengan sendirinya pasti baik, jelas, dan teliti, sebagai contoh kita kadang menemukan kerepotan dalam menafsirkan suatu tujuan dalam kurikulum.
Menurut Kaber (1988:108) menetapkan tujuan merupakan proses analisis yang menuntut suatu keterampilan, keahlian tersendiri. Untuk itu perlu adanya suatu langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis suatu tujuan pendidikan/pengajaran. Langkah-langkah tersebut dijabarkannya sebagai berikut:
Mengidentifikasi Klasifikasi Menetapkan
Pentingnya jenis tujuan Tujuan

Penshahihan Mencek berdasar Spesifikasi Analisis
Tujuan kan kriteria Tujuan Tujuan
Merumuskan tujuan seperti dijelaskan sebelumnya harus runtun yaitu tujuan umum dijabarkan pada tujuan khusus. Selanjut tujuan khusus diteliti jenis-jenisnya, dinilai kepentingannya dan dicek berdasarkan kriteria, syarat-syarat tujuan lebih formal dan terinci, sehinga setiap komponen yang ada tidak terlampaui.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan yang merupakan kriteria tujuan yang baik seperti berikut ini:
1. Tujuan harus selalu kosisten dengan tujuan tingkat di atasnya (Pratt, 1980:185). Tujuan-tujuan yang bersifat penjabaran dari suatu tujuan yang lebih tinggi jenjangnya harus sesuai atau tidak bertentangan dengan hal-hal yang diisayaratkan oleh tujuan tersebut. Misalnya tujuan instruksional yang dijabarkan langsung dari tujuan kurikuler harus mencerminkan tujuan kurikuler itu.
2. Tujuan harus tepat seksama dan teliti. Tujuan hanya berguna jika ia dirumuskan secara teliti dan tepat sehingga memungkinkan orang mempunyai kesamaan pengertian terhadapnya. Perumusan tujuan yang cermat akan memungkinkan kita untuk melaksanakannya dengan penuh kepastian. Ketelitian berhubungan dengan skope tujuan, walau tidak untuk menentukan berapa banyak harus terkandung materi pelajaran dalam suatu tujuan. Identifikasi tujuan khusus pencapaiannya akan terlihat dalam penampilan (peformance) atau bentuk tingkah laku. Perumusan dalam hal ini sering ditentukan oleh situasi. Prinsip umum tentang ketelitian perumusan tujuan adalah: nyatakan tujuan dengan seteliti mungkin untuk dapat menggambarkan secara jelas keluaran belajar dan memberi petunjuk kepada pembuat desain, guru dan penilai hasil (Pratt, 1980:185)
3. Tujuan harus diidentifikasikan secara spesifik yang menggambarkan keluaran belajar yang dimaksudkan. Tujuan yang dirumuskan harus menunjuk pada pengertian keluaran dari pada kegiatan. Tujuan yang menunjukkan tingkat kemampuan atau pengetahuan siswa merupakan maksud utama kurikulum. Akan tetapi jika ia tidak pernah mengidentifikasi keluarannya, ia bukanlah tujuan kurikulum yang kualifait (Pratt, 1980:184).
4. Tujuan bersifat relevan (Davies, 1976:17) dan berfungsi (Pratt,1980:186). Masalah kerelevansian berhubungan dengan persoalan personal dan sosial, atau masalah praktis yang dihadapi individu dan masyarakat. Memang harus diakui bahwa terdapat perbedaan pengertian tentang kerelevansian itu karena adanya perbedaan masalah dan kepentingan antara tiap individu dan masyarakat. Jadi kerelevansian itu berkaitan dengan pengertian untuk siapa dan kapan. Di samping relevan, tujuan pun harus berfungsi personal maupun sosial. Suatu tujuan dikatakan berfungsi personal jika ia memberi manfaat bagi individu yang belajar untuk masa kini dan masa akan datang, dan berfungsi sosial jika ia memberi mafaat bagi masyarakat di samping pelajar.
5. Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dicapai. Tujuan yang dirumuskan harus memungkinkan orang, pelaksana kurikulum untuk mencapainya sesuai kemampuan yang ada. Masalah kemampuan itu berkaitan dengan masalah tenaga, tingkat sekolah, waktu, dana, skope materi, fasilitas yang tersedia, dan sebagainya. Perumusan tujuan yang terlalu muluk (karena terasa lebih ideal) dan melupakan faktor kemampuan atau realitas hanya akan berakibat tujuan itu tak tercapai. Suatu program kegiatan dikatakan efektif jika hasil yang dicapai dapat sesuai atau paling tidak, tidak terlalu jauh berbeda dengan perencanaan.
6. Tujuan harus memenuhi kriteria kepantasan worthwhilness (Davies, 1976:18). Pengertian “pantas” mengarah pada kegiatan memilih tujuan yang dianggap lebih memiliki potensi, bersifat mendidik, dan lebih bernilai. Memang agak sulit menentukan tujuan yang lebih pantas karena dalam hal ini orang bisa mengalami perbedaan kesepakatan pengertian. Secara umum kita boleh mengatakan bahwa kriteria kepantasan harus didasarkan pada pertimbangan objektif, dengan argumentasi yang objektif. Dalam hal ini Profesor Peter dalam (Davies, 1976:18) menyarankan tiga kriteria (a) aktivitas harus berfungsi dari waktu ke waktu, (b) aktivitas harus bersifat selaras dan seimbang dari pada bersaing, mengarah ke keharomonisan secara keseluruhan, dan (c) aktivitas harus bernilai dan sungguh-sungguh khususnya yang menunjang dan memajukan keseluruhan kualitas hidup.
Secara lebih khusus lagi terutama dalam merumuskan tujuan kurikulum Pratt (1980: 190) yang dukutip oleh Kaber (1988:109) mengemukakan ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan tujuan kurikulum yang mengarah kepada tingkah laku, seperti berikut ini:
1. Menunjukkan hasil belajar yang spesifik.
2. Memperlihatkan konsistensi
3. Memperlihatkan ketepatan
4. Memperlihatkan kelayakan
5. Memperlihatkan fungsionalitas
6. Memperlihatkan signifikasi
7. Memperlihatkan keserasian

P E N U T U P
Tujuan pendidikan merupakan suatu elemen penting dalam pengembangan kurikulum. Tujuan pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam merancang kurikulum, terutama dalam memilih dan menetapkan materi, metode/proses dan menetapkan alat evaluasi. Tujuan juga sebagai alat untuk mengukur keberhasilan sebuah rancangan kurikulum.
Merumuskan tujuan Pendidikan Nasonal memang bukan pekerjaan yang mudah karena, akan menentukan arah bagi perkembangan bangsa itu selanjutnya. Untuk itu diperlukan keahlian dan kesadaran apa sebenarnya yang diinginkan/diharapkan oleh masyarakat bangsa itu. Bahkan itu tidak memadai manakala tidak dilengkapi dengan saringan sercara filosofis dan psikologis setiap keinginan tersebut, sehingga benar-benar berupa keinginan yang pantas dan sesuai dengan harkat dan martabat manusia ideal.
Seorang pengembang kurikulum harus benar-benar memahami sumber-sumber tujuan pendidikan yang akan ditetapkan dalam kurikulum, seperti kajian tentang anak didik, mayarakat diluar sekolah dan perkmbangan disiplin ilmu. Kesemua sumber itu kemudian direkonstruksi dalam sebuah rumusan yang pantas, konsisten, representatif, jelas, terpertahankan dan fisibility.
Demikianlah antara lain beberapa konsep tujuan, sumber fungsi serta kriteria yang perlu dipertimbangkan dan sekaligus dipenuhi dalam kegiatan perencanaan dan perumusan tujuan. Sudah tentu masih ada pertimbangan-pertimbangan lain yang juga menuntut perhatian yang belum tercakup di atas, untuk itu perlu kita diskusikan lagi demi untuk mecari sesuatu lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Ansyar, Muhammad, (1988) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Dirjen Dikti, Jakarta
Davies, Ivor K, (1976) Objectives In Curriculum Design, Megraw-Holl Book Company, London
Depdikbud, (1984/1985) Pengembangan Kurikulum dan Sistem Instruksional, Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi, Jakarta
J. Galen Saylor. William M. Alexander dan Arthur J. Lewis, 1981 Curriculum Plaining for Better Teaching and Learning,
Kaber, Achacius, (1988) Pengembangan Kurikulum, Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga dan Tenaga Kependidikan, Jakarta
Oliva, Peter F, (1992) Developing The Curriculum, Third Edition, Harper Collin Publishers, New York
Pratt, David, (1980) Curriculum Design and Development, Harcout Brace Jovanovich, Inc, New York
Smith, B.O, Stanley, W.O. dan Shores, J.H., 1957, Fundamentals of Curriculum Development, Harcourt Brace and World, New York
Schubert, William H.1986, Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility, Co;;ier Macmillan Publishers, London
Tanner, Daniel, dan Tanner, Laurel N, 1975, Curriculum Development: Theory into Pracyice, Macmillan Publishing Company, Inc., New York
Zais, Robert S, (9176) Curriculum Principle and Foundation, Thoms Ciowell Company, New York

Rabu, 23 Juni 2010

BAHAN ALAM DAN BAHAN SISA SEBAGAI MEDIA BELAJAR

BAHAN ALAM DAN BAHAN SISA SEBAGAI MEDIA BELAJAR
13 06 2010

Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan salah satu hal pokok yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Belajar dalam pelaksanaannya haruslah menarik minat dan dianggap menyenangkan bagi peserta didik. Kegiatan belajar yang menyenangkan tersebut sebisa mungkin disamarkan dan melebur dalam kegiatan terpadu, yang menurut mereka (peserta didik), disebut dengan bermain.

Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan, bukan karena akan memperoleh hadiah atau pujian. Tetapi bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, namun mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai fantasinya, tujuannya dan pekerjaannya terujud. Dan tentu saja, sebagai guru, tujuan pembelajaran pun tercapai.

Saat anak bermain, semua indera anak bekerja aktif. Semua informasi ditangkap oleh indera anak, disampaikan ke otak sebagai rangsangan, sehingga sel-sel otak aktif dan berkembang.

Saya kira, paparan tentang hubungan belajar dan bermain sudah cukup. Sekarang marilah kita simak media apa sajakah yang tepat dan aman serta (tentu saja) menarik untuk bahan pembelajaran. Monggo.!

Media belajar yang baik adalah media yang dapat memberi kesempatan untuk mendapatkan dan memperkaya pengetahuan anak secara langsung. Pun dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir kritis dan positif, membantu mengenal lingkungan dan kemampuan dirinya, menumbuhkan motivasi dan meningkatkan perhatian belajar anak.

Media tersebut harus memperhatikan hal-hal berikut :

* Menjaga keamanan dan keselamatan.
* Menjaga kesehatan / kebersihan.
* Pembuatan sesuai ukuran.
* Bisa untuk bereksplorasi anak.
* Dapat untuk bereksperimen anak.
* Mengembangkan imajinasi anak.
* Memotivasi anak untuk kreatif.
* Mengembangkan kemampuan sosial anak.
* Sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan anak.
* Berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak

Jean Pidget (1972 : p.27) menyebutkan bahwa “Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru, tentu saja, bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat” Nah, bagi anda para guru, sengaja saya kutipkan pendapat diatas dan saya garis bawahi yaitu : bagian Guru, tentu saja, bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat. :D

Anda dapat memilih media-media berikut ini : [Bahan cair/ bahan alam], [bahan pembangunan terstruktur], atau [bahan belajar mikro dan makro]. Silakan diklik saja. Tetapi yang akan kita bahas di sini adalah kategori pertama, yaitu BAHAN CAIR/ BAHAN ALAM. Macam-macam bahan cair untuk pembelajaran ini meliputi : air, pasir, cat jari, lumpur, tanah liat, play dough, krayon, cat, dll.

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

Saat ini komputer bukan lagi merupakan barang mewah, alat ini sudah digunakan di berbagai bidang pekerjaan seperti halnya pada bidang pendidikan. Pada awalnya komputer dimanfaatkan di sekolah sebagai penunjang kelancaran pekerjaan bidang
administrasi dengan memanfaatkan software Microsoft word, excel dan access.
Dengan masuknya materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kurikulum baru, maka peranan komputer sebagai salah satu komponen utama dalam TIK mempunyai posisi yang sangat penting sebagai salah satu media pembelajaran. Kutipan dari Kurikulum untuk Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
· Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu agar siswa dapat dan terbiasa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap imaginatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan baru di lingkungannya · Melalui mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi diharapkan siswa dapat terlibat pada perubahan pesat dalam kehidupan yang mengalami penambahan dan perubahan dalam penggunaan beragam produk teknologi informasi dan komunikasi.
Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara efisien dan efektif. Dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi, siswa akan dengan
cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan. Penambahan kemampuan siswa karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa
dapat memutuskan dan mempertimbangkan sendiri kapan dan dimana penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan dimasa yang akan datang.

· Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media.
· Secara khusus, tujuan mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah:
1. Menyadarkan siswa akan potensi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berubah sehingga siswa dapat termotivasi untuk mengevaluasi dan mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai dasar untuk belajar sepanjang hayat.
2. Memotivasi kemampuan siswa untuk bisa beradaptasi dan mengantisipasi perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, sehingga siswa bisa melaksanakan dan menjalani aktifitas kehidupan seharihari secara mandiri dan lebih percaya diri.
3. Mengembangkan kompetensi siswa dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung kegiatan belajar, bekerja, dan berbagai aktifitas dalam kehidupan seharihari.
4. Mengembangkan kemampuan belajar berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, sehingga proses pembelajaran dapat lebih optimal, menarik, dan mendorong siswa terampil dalam berkomunikasi, terampil mengorganisasi informasi, dan terbiasa bekerjasama.
5. Mengembangkan kemampuan belajar mandiri, berinisiatif, inovatif, kreatif, dan bertanggungjawab dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pembelajaran, bekerja, dan pemecahan masalah seharihari.

Dengan melihat isi dari kurikulum tersebut, kita harus mengintegrasikan TIK dalam proses belajar mengajar di madrasah bukan hanya untuk mata pelajaran teknologi dan informasi saja. Melihat kondisi TIK pada saat ini dan perkembangannya di masa datang, kita harus mempersiapkan diri dan melakukan perencanaan yang matang dalam mengimplementasikan TIK di madrasah. Jika kita tidak memulainya sekarang maka madrasah sebagai salah satu institusi pendidikan selain sekolah yang berada dibawah Depdiknas akan tertinggal oleh sekolah lain. Jika ini terjadi, usaha kita akan semakin berat untuk mensejajarkan madrasah dengan sekolah lain. Di satu sisi, kita sedang berusaha mengejar ketertinggalan dalam mata pelajaran khususnya MIPA dan BahasaInggris, di sisi lain TIK akan membuat kita tertinggal semakin jauh. Mengamati Program Pengembagan TIK yang dilakukan Depdiknas Untuk mengejar ketertinggalan pemanfaatan TIK di sekolah dari negara lain, saat iniDepdiknas mempunyai program pengembangan TIK secara besarbesaran.
Ada tiga posisi penting di Depdiknas dalam program pengembangan TIK, yaitu:
1. Bidang kejuruan, TIK menjadi salah satu jurusan di SMK. Pengembangan TIK secara teknis baik hardware dan software masuk dalam kurikum pendidikan. Dibentuknya ICT center di seluruh Indonesia. Untuk menghubungkan sekolahsekolah di sekitar ICT center dibangun WAN (Wireless Area Network) Kota.
2. Pustekkom, sebagai salah satu ujung tombak dalam pengembangan TV pendidikan interaktif, Elearning dan ESMA. Program ini bertujuan untuk mempersempit jurang perbedaan kualitas pendidikan antara kota besar dengan daerah.
3. Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional), bertujuan untuk mengintegrasikan kedua program di atas agar terbentuk sebuah jaringan yang menghubungkan semua sekolah di Indonesia. Sehingga diperkirakan di masa depan semua sekolah di Indonesia akan terkoneksi dengan internet. Melihat program yang diadakan oleh Depdiknas kita bisa memanfaatkan fasilitas tersebut karena bersifat terbuka.

Pengembangan TIK di Madrasah secara Mandiri
Kita belum terlambat untuk mempersiapkan diri dalam penguasaan TIK sebagai media pembelajaran di madrasah. Mulai saat ini pihak madrasah dan Majlis Madrasah harus membuat sebuah program pengembangan TIK secara menyeluruh. Ada beberapa poin untuk membuat suatu perencanaan pengembangan TIK, diantaranya:
1. Mempersatukan visi dan misi pengembangan TIK yang ingin dicapai antara Kepala sekolah, guru dan majlis madrasah.
2. Pembentukan Komite Teknologi (Organisasi Labkom) yang mandiri
3. Mengidentifikasi infrastruktur lembaga, baik hardware, software maupun sistem dan jaringan yang sudah dimiliki
4. Penentuan hardware dan software yang akan digunakan atau dikembangkan.
5. Mengidentifikasi SDM yang dimiliki
6. Menentukan bentuk pelatihan penguasaan TIK baik untuk guru dan staf lainnya.
7. Adanya Time schedule yang jelas untuk pencapaian program
8. Penentuan Investasi yang diperlukan secara berkala tiap tahun
9. Mengidentifikasi perkembangan software dan kurikulum baru
10. Mengadakan revisi perencanaan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Dengan perencanaan yang matang, kita bisa mengembangkan TIK secara bertahap di madrasah agar tidak tertinggal dari sekolah lain. Program yang dibuat haru dilaksanakan secara berkelanjutan meskipun terjadi pergantian kepala dan majilis madrasah. Pemanfaatan TIK Sebagai Media Pembelajaran TIK bukan merupakan teknologi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi dari hardware dan software.Ada hal penting yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan TIK sebagai media pembelajaran yaitu hardware dan software yang tersedia dan jenis metode pembelajaran yang akan digunakan. Beberapa pemanfaatan TIK dalam pembelajaran diantaranya:
1. Presentasi
Presentasi merupakan cara yang sudah lama digunakan, dengan menggunakan OHP atau chart. Peralatan yang digunakan sekarang biasanya menggunakan sebuah komputer/laptop dan LCD proyektor. Ada beberapa keuntungan jika kita memanfaatkan TIK diantaranya kita bisa menampilkan animasi dan film, sehingga tampilannya menjadi lebih menarik dan memudahkan siswa untuk menangkap materi yang kita sampaikan. Software yang paling banyak digunakan
untuk presentasi adalah Microsoft Powerpoint. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan presentasi,
diantaranya:
a. Jangan terlalu banyak tulisan yang harus ditampilkan.
b. Tulisan jangan terlalu kecil karena harus dilihat oleh banyak siswa.
c. Perbanyak memasukkan gambar dan animasi
d. Usahakan bentuk presentasi yang interaktif.
2. Demonstrasi
Demontrasi biasanya digunakan untuk menampilkan suatu kegiatan di depan kelas, misalnya eksperimen. Kita bisa membuat suatu film caracara melakukan suatu kegiatan misalnya cara melakukan pengukuran dengan mikrometer yang benar atau mengambil sebagian kegiatan yang penting. Sehingga dengan cara ini siswa bisa kita arahkan untuk melakukan kegiatan yang benar atau mengambil kesimpulan dari kegiatan tersebut.
Cara lain adalah memanfaatkan media internet, kita bisa menampilkan animasi yang berhubungan dengan materi yang kita ajarkan (meskipun tidak semuanya tersedia). Sebagai contoh untuk menampilkan arah vektor dari perkalian silang kita bisa mengakses internet dengan alamat

http://www.upscale.utoronto.ca/GeneralInterest/Harrison/Flash/ClassMechanics/

RightHandRule/RightHandRule.html
3. Virtual Experiment
Maksud dari virtual eksperimen disini adalah suatu kegiatan laboratorium yang dipindahkan di depan komputer. Anak bisa melakukan beberapa eksperimen dengan memanfaatkan software virtual eksperimen misalnya Crocodile Clips. Software ini bisa didownload di http://www.crocodileclips. com/s3_1.jsp , tetapi kita harus register dulu untuk mendapatkan active code yang berlaku untuk satu bulan.
Metode ini bisa digunakan jika kita tidak mempunyai laboratorium IPA yang lengkap atau digunakan sebelum melakukan eksperimen yang sesungguhnya.
4. Kelas virtual
Maksud kelas virtual di sini adalah siswa belajar mandiri yang berbasiskan web, misalnya menggunakan moodle. Saya berikan contoh bentuk kelas maya yang sedang kami kembangkan di MAN 2 Ciamis.Pada kelas maya ini siswa akan mendapatkan materi, tugas dan test secara online. Kita sebagai guru memperoleh kemudahan dalam memeriksa tugas dan menilai hasil ujian siswa. Terutama hasil ujian siswa akan dinilai secara otomatis.
Sebenarnya banyak bentuk pemanfaatan TIK lainnya yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam proses belajar mengajar. Tetapi semua itu tergantung kepada kita bagaimana cara memanfaatkannya.

Selasa, 22 Juni 2010

lingkungan menjadi media pembelajaran

LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER dan MEDIA PEMBELAJARAN

Masih banyak orang beranggapan bahwa media pembelajaran selalu terkait dengan teknologi tinggi, elektronika, digital dan biaya mahal contohnya yang kita kenal sebagai media pembelajaran adalah media cetak, Transparansi, Audio, Slide Suara, Video, Multimedia Interaktif, E-learning. Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan pemikiran yang sempit dalam memaknai arti dari sebuah media pembelajaran. Media pembelajaran terdiri dari berbagai macam jenis, dari media pembelajaran yang sederhana dan murah hingga media pembelajaran yang canggih dan mahal. Dari mulai rakitan pabrik hingga buatan tangan para guru itu sendiri , bahkan ada pula yang telah disediakan oleh alam dilingkungan sekitar kita yang dapat langsung digunakan sebagai media pembelajaran. Atas dasar pemahaman tersebut diatas maka diharapkan tidak ada lagi argumentasi yang muncul dikalangan para guru untuk tidak dapat menggunakan alat peraga oleh karena biayanya mahal. Begitu banyaknya lingkungan disekitar kita yang dapat digunakan sebagai media alat peraga tanpa perlu biaya mahal. Beberapa benda dilingkungan kita dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, baik yang dimanfaatkan secara langsung ( by utility resources ) , ataupun yang dirancang terlebih dahulu ( by design resources ) dan dapat pula dengan cara rekayasa media.



I. Pengertian lingkungan sebagai sumber belajar

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) lingkungan diartikan sebgai bulatan yang melingkungi (melingkari). Pengertian lainnya yaitu sekalian yang terlingkung di suatu daerah. Dalam kamus Bahasa Inggris peristilahan lingkungan ini cukup beragam diantaranya ada istilah circle, area, surroundings, sphere, domain, range, dan environment, yang artinya kurang lebih berkaitan dengan keadaan atau segala sesuatu yang ada di sekitar atau sekeliling. Dalam literatur lain disebutkan bahwa lingkungan itu merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur biotik (makhluk hidup), abiotik (benda mati) dan budaya manusia. Lingkungan yang ada di sekitar anak- anak kita merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas, sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan pendidikan. Sumber belajar lingkungan ini akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan anak karena mereka belajar tidak terbatas oleh empat dinding kelas, Selain itu kebenarannya lebih akurat, sebab anak dapat mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut. Kegiatan belajar dimungkinkan akan lebih menarik bagi anak sebab lingkungan menyediakan sumber belajar yang sangat beragam dan banyak pilihan. Kegemaran belajar sejak usia dini merupakan modal dasar yang sangat diperlukan dalam rangka penyiapan masyarakat belajar (learning societes) dan sumber daya manusia di masa mendatang. Begitu banyaknya nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar dalam pendidikan, bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari lingkungan. Namun demikian diperlukan adanya kreativitas dan jiwa inovatif dari para guru untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.

Jika pada saat belajar di kelas anak diperkenalkan oleh guru mengenai tanaman padi , dengan memanfaatkan lingkungan persawahan , anak akan dapat memperoleh pengalaman yang lebih banyak lagi. Dalam pemanfaatan lingkungan tersebut guru dapat membawa kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di dalam ruangan kelas ke alam terbuka dalam hal ini lingkungan. Namun jika guru menceritakan kisah tersebut di dalam ruangan kelas, nuansa yang terjadi di dalam kelas tidak akan sealamiah seperti halnya jika guru mengajak anak untuk memanfaatkan lingkungan. Artinya belajar tidak hanya terjadi di ruangan kelas namun juga di luar ruangan kelas dalam hal ini lingkungan sebagai sumber belajar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, keterampilan sosial, budaya, perkembangan emosional serta intelektual. Anak-anak belajar melalui interaksi langsung dengan benda-benda atau ide-ide. Lingkungan menawarkan kepada guru kesempatan untuk menguatkan kembali konsep-konsep seperti warna, angka, bentuk dan ukuran.Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah menjelaskan konsep-konsep tertentu secara alami. Konsep warna yang diketahui dan dipahami anak di dalam kelas tentunya akan semakin nyata apabila guru mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep warna secara nyata yang ada pada lingkungan sekitar.



1. Keuntungan memanfaatkan media lingkungan

Memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran memiliki banyak keuntungan. Beberapa keuntungan tersebut antara lain :

* Menghemat biaya, karena memanfaatkan benda-benda yang telah ada di lingkungan
* Memberikan pengalaman yang riil kepada siswa, pelajaran menjadi lebih konkrit, tidak verbalistik.
* Karena benda-benda tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Hal ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual (contextual learning).
* Pelajaran lebih aplikatif, materi belajar yang diperoleh siswa melalui media lingkungan kemungkinan besar akan dapat diaplikasikan langsung, karena siswa akan sering menemui benda-benda atau peristiwa serupa dalam kehidupannya sehari-hari.
* Media lingkungan memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan media lingkungan, siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan benda, lokasi atau peristiwa sesungguhnya secara alamiah.
* Lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan media yang dikemas (didesain).

Dengan memahami berbagai keuntungan tersebut, seharusnya kita dapat tergugah untuk memanfaatkan semaksimal mungkin lingkungan di sekitar kita untuk menunjang kegiatan pembelajaran kita. Lingkungan kita menyimpan berbagai jenis sumber dan media belajar yang hampir tak terbatas. Lingkungan dapat kita manfaatkan sebagai sumber belajar untuk berbagai mata pelajaran. Kita tinggal memilihnya berdasarkan prinsip-prinsip atau kriteria pemilihan media dan menyesuaikannya dengan tujuan, karakteristik siswa dan topik pelajaran yang akan kita ajarkan.



III. Prinsip-prinsip Rekayasa Media Pembelajaran

Media-media yang terdapat di lingkungan sekitar, ada yang berupa benda-benda atau peristiwa yang langsung dapat kita pergunakan sebagai sumber belajar. Selain itu, ada pula benda-benda tertentu yang harus kita buat terlebih dulu sebelum dapat kita pergunakan dalam pembelajaran. Media yang perlu kita buat itu biasanya berupa alat peraga sederhana dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di lingkungan kita. Jika kita harus membuat media belajar semacam itu, maka ada beberapa prinsip pembuatan yang perlu kita perhatikan, yaitu :

* Media yang dibuat harus sesuai dengan tujuan dan fungsi penggunaannya.
* Dapat membantu memberikan pemahaman terhadap suatu konsep tertentu, terutama konsep yang abstrak.
* Dapat mendorong kreatifitas siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dan bereksplorasi (menemukan sendiri)
* Media yang dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan, tidak mengandung unsur yang membahayakan siswa.
* Usahakan memenuhi unsur kebenaran substansial dan kemenarikan
* Media belajar hendaknya mudah dipergunakan baik oleh guru maupun siswa
* Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat hendaknya dipilih agar mudah diperoleh di lingkungan sekitar dengan biaya yang relatif murah
* Jenis media yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan sasaran didik

This entry was posted on September 1, 2009 at 1:53 am and is filed under Science Community . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed You can leave a response, or trackback from your own site.

Senin, 21 Juni 2010

manfaat radiaktif

MANFAAT ZAT RADIOAKTIF / RADIOISOTOP

Dalam indikator SKL UN Fisika 2009-2010 yang paling akhir (SKL ke-6 dan indikator terakhir), yaitu :
Menentukan jenis-jenis zat radioaktif dan mengidentifikasi manfaat radioisotop dalam kehidupan

Dalam soal-soal TO seringkali muncul dalam soal nomor 40, yaitu manfaat radioaktif/radioisotop dalam berbagai bidang. Untuk itu saya mengumpulkan beberapa manfaat radioisotop dalam berbagai bidang. Smoga bermanfaat :

A. Bidang kedokteran
I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati dan otak
Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung
Tc-99 & Ti-201 Mendeteksi kerusakan jantung
Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah
Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru
P-32 Penyakit mata, tumor dan hati
Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah
Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa
Se-75 Mendeteksi kerusakan Pankreas
Tc-99 Mendeteksi kerusakan tulang dan paru-paru
Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening
C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia
Co-60 Membunuh sel-sel kanker

B. Bidang Hidrologi.
1.N-24 Mempelajari kecepatan aliran sungai.
2.N-24Menyelidiki kebocoran pipa air bawah tanah.

C. Bidang Biologis
1.I-131 untuk Mempelajari kesetimbangan dinamis.
2. O- 18 Mempelajari reaksi pengesteran/esterfikasi.
3.C-14 Mempelajari mekanisme reaksi fotosintesis.

D. Bidang pertanian.
1. Pemberantasan hama dengan teknik jantan mandul, contoh : Hama kubis
2. Pemuliaan tanaman/pembentukan bibit unggul, contoh : Padi
3. Penyimpanan makanan sehingga tidak dapat bertunas, contoh : kentang dan bawang
4.n-15 untuk mendeteksi efektinitas pemupukan

E. Bidang Industri
1. sinar gamma/x Pemeriksaan tanpa merusak, contoh : Memeriksa cacat pada logam
2. Mengontrol ketebalan bahan, contoh : Kertas film, lempeng logam
3. sinar gamma Pengawetan bahan, contoh : kayu, barang-barang seni
4. Meningkatkan mutu tekstil, contoh : mengubah struktur serat tekstil
5.. Untuk mempelajari pengaruh oli dan aditif pada mesin selama mesin bekerja

F. Bidang Arkeologi
1. Menentukan umur fosil dengan C-14

Sistem penilaian

A.PENGERTIAN PENILAIAN

a.Penilaian adalah proses sistemmatis meliputi pengumpulan imformasi (angka,deskripsi verbal),Analisis,Interpretasi imformasi untuk mengambil keputusan.

b.Penilaian kelas adalah Proses pengumpulan & penggunaan informasi oleh guru melalui sejumlah bukti
untuk membuat keputusan ttg pencapaian hasil belajar/kompetensi siswa.

c.Pengertian Standar penilaian berdasarkan peraturan MENDIKNAS Nomor 20.
Tahun 2007 .

*Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
*Penilaian hasil belajar peserta didik dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional;
*Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik;
*Penilaian dapat berupa ulangan dan atau ujian.


B.JENIS-JENIS PENILAI BERDASARKAN PERATURAN MENDIKNAS NO 20 TAHUN 2007

1.Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik.

2. Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk merigukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.

3. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 - 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.



4. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.

5. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester tersebut.

6.Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian Sekolah/Madrasah.

7. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.


C.TUJUAN DAN FUNGSI PENILAIAN

a.Tujuan

1. keeping-track (proses pembelajaran sesuai dengan rencana)

2. cheking-up (mencek kelemahan dalam proses pembelajaran)

3. finding-out(menemukan kelemahan & keslahan dalam pembelajaran)

4. summing-up (menyimpulkan pencapaian kompetensi peserta didik)


b.Fungsi

1. Mengetahui kemajuan dan kesulitan beajar siswa

2. Memberikan umpan balik

3. Melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran

4. Memotivasi guru mengajar lebih baik

5. Memotivasi siswa belajar lebih giat

D.PRINSIP PENILAIAN KELAS

1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta. Didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

4. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan. salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-Iangkah baku.

8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.


E.CIRI PENILAIAN KELAS

1. Belajar tuntas
2. Otentik
3. Berkesinambungan
4. Berdasarkan acuan kriteria/patokan
5. Mengunakan berbagai cara dan alat penilaian



1. Belajar Tuntas
• Belajar Tuntas (mastery learning): peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik.
• “Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan”.
(John B. Carrol, A Model of School Learning)
• Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan berdasarkan karakteristik peserta didik dan waktu yang tersedia di bawah kontrol guru (John B. Carrol)
• “Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka”
(JH. Block, B. Bloom)


2. Penilaian Otentik
• Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu
• Mencerminkan masalah dunia nyata bukan dunia sekolah
• Menggunakan berbagai cara dan kriteria
• Holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap,)


3. Berkesinambungan
Memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan Kenaikan Kelas.
• Ulangan Harian : selesai satu atau beberapa Indikator. (tertulis, observasi, penugasan, atau lainnya)
• Ulangan Tengah Semester : selesai beberapa Kompetensi Dasar pada semester yang bersangkutan
• Ulangan Akhir Semester : selesai semua Kompetensi Dasar pada semester yang bersangkutan.
• Ulangan Kenaikan Kelas : selesai semua Kompetensi Dasar pada semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada kompetensi dasar semester genap


4. Berdasar Acuan kriteria/patokan
Prestasi kemampuan peserta didik TIDAK DIBANDINGKAN dengan peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya dan patokan yang ditetapkan



5. Menggunakan Berbagai cara & alat penilaian
• Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi
• Menggunakan penilaian yang bervariasi: Tertulis, Lisan, Produk, Portofolio, Unjuk Kerja, Proyek, Pengamatan, dan Penilaian Diri


F.MACAM-MACAM PENILAIAN

• a.Penialaian oleh pendidik
• b.penilaian oleh satuan pendidik
• c.penilaian oleh pemerintah

a.Penilaian Oleh Pendidik

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran.

Kegiatan penilaian meliputi:
1. Penginformasian silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester;
2. Pengembangan indikator pencapaian KD dan m pemilihan teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran;
3. Pengembangan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih;
4. Pelaksanaan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan

5. Pengolahan hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik;
6. Pengembalian hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik;
7. Pemanfaatan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran;
8. Pelaporan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh;
9. Pelaporan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan digunakan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.

b.Penilaian Oleh Satuan Pendidik

Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran.
Kegiatan penilaian meliputi:
1. Penentuan KKM setiap mata pelajaran dengan harus memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik;
2. Pengkoordinasian ulangan yang terdiri atas ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas;
3. Penentuan kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket melalui rapat dewan pendidik, atau
penentuan kriteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan
pendidik;
4. Penentuan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan melalui
rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian
oleh pendidik;

5. Penentuan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil ujian sekolah/madrasah;
6. Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan penentuan kelulusan peserta didik dari Ujian Sekolah/Madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah bagi satuan pendidikan penyelenggara ujian sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah ;

7. Penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik sesuai dengan kriteria:

a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran,
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan,
c. lulus Ujian Sekolah/Madrasah, dan
d. lulus Ujian Nasional.


c.Penilaian Oleh Pemerintah

• Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN);
• UN didukung oleh sistem yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal serta pelaksanaan yang aman, jujur, dan adil;
• Dalam rangka penggunaan hasil UN untuk pemetaan mutu program/atau satuan pendidikan, Pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap hasil UN.




G.PROSEDUR PENILAIAN
• Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana peiaksanaan pembelajaran (RPP);

• Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan;

• Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik;

• Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarga-negaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oieh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/madrasah;

Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah:
a. menyusun kisi-kisi ujian,
b. mengembangkan instrumen,
c. melaksanakan ujian,
d. mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik
dari ujian sekolah/madrasah, dan
e. melaporkan serta memanfaatkan hasil penilaian;

• Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan;

• Penilaian kepribadian adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan;

• Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan;

• Keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditanda-tangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/madrasah


H.TEKNIK /CARA PENILAIAN

a.Unjuk Kerja (Performance)
b.Penugasan (Proyek/Project)
c. Hasil kerja (Produk/Product)
d. Tertulis (Paper & Pen)
e. Portofolio (Portfolio)
f. Sikap
g. Diri (Self Assessment)

• Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik;
• Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja;
• Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau di luar kegiatan pembelajaran;
• Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan atau proyek;
• Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan: substansi, konstruksi, dan bahasa.

a.Unjuk Kerja (Performance) :
pengamatan terhadapa aktivitas siswa sebagaimana terjadi (unjuk kerja, tingkah laku, interaksi)



b.Penugasan (Proyek) :
Penilaian terhadap suatu tugas yang mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu

c.Hasil Kerja (Produk):
Penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni

d.Tes Tertulis
Memilih dan Mensuplai jawaban

e.Portofolio
Penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) siswa yang sistematis

f.Penilaian Sikap
Penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap obyek sikap

g.Penilaian Diri
Menilai diri sendiri berkaitan dengan status, proses, tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.






I.PELAPORAN( Laporan Hasil Penilaian )

• Rapor adalah laporan kemajuan belajar
• Berisi informasi tentang pencapaian kompetensi
• Sekolah boleh menetapkan sendiri model rapor yang dikehendaki, dengan syarat komunikatif dan menggambarkan pencapaian kompetensi.
• Model yang ada merupakan contoh yang dapat dimodifikasi/diadopsi oleh sekolah.

• LAPORAN HASIL PENILAIAN

• Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi;
• Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran disertai dengan deskripsi kemajuan belajar;
• Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya;
• Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Biokimia

A.PENGERTIAN BIOKIMIA
Biokimia adalah ilmu yang mempelajari reaksi kimia yang terjadi dalam sel atau organisme yang hidup
Kehidupan tergantung pada reaksi biokimianya
Reaksi biokimia yang harmonis dalam tubuh menyebabkan kondisi tubuh sehat, sebaliknya penyakit mencerminkan abnormalitas biomolekul, reaksi biokimia atau proses biokimia

a.pengertian reaksi fisika
Reaksi Fisika: adalah perubahan bentuk suatu zat dan tidak menghasilkan zat baru
Hasilnya masih zat yang sama, hanya bentuknya atau wujudnya yang berubah, misal dari besar menjadi kecil (lembut) atau dari padat jadi cair
Misal: perubahan beras → tepung, atau es → air

b.pengertian reaksi kimia
Reaksi Kimia : adalah reaksi dua zat atau lebih yang menghasilkan zat baru, zat baru tsb berbeda dengan zat asalnya
Misal: Perubahan beras → nasi
Amilum → glukose
Protein → asam amino
Lemak → asam lemak
Reaksi kimia dalam tubuh (reaksi biokimia) selalu menggunakan enzim


B.TUJUAN BIOKIMIA
Menguraikan dan menjelaskan semua proses kimiawi pada sel hidup dalam pengertian molekuler
Upaya untuk memahami bagaimana kehidupan bermula

C.HUBUNGAN BIOKIMIA DENGAN ILMU LAIN
Biokimia asam nukleat (DNA dan RNA) → inti ilmu genetika
Fisiologi: ilmun tentang faal tubuh, pengkajianya overlaping dengan biokimia
Imunologi: penjelasan proses reaksi antigen antibodi (imunoglobulin), reaksi alergi perlu ilmu biokimia
Farmakologi: metabolisme obat perlu ilmu biokimia dan fisiologi

Toksikologi: ilmu yang mempelajari racun tubuh, perlu biokimia
Patologi: ilmu tentang penyakit (inflamasi, cedera sel, kanker), perlu biokimia
Mikrobiologi: ilmu tentang bakteri, perlu biokimia
Zoologi dan botani: juga perlu biokimia

D.PERBEDAAN UNSUR, SENYAWA DAN MOLEKUL
Unsur: zat terkecil, yang tidak dapat dibagi lagi
Contoh unsur kimia: Na, K, Ca, Fe, O, C
Gabungan dua atau lebih unsur yang sama disebut: molekul
Contoh: O + O → O2
Cl + Cl → Cl2
Gabungan dua atau lebih unsur yang tidak sama disebut: senyawa
Contoh: H + O → H2O
Na + Cl → NaCl

E.UNSUR DAN BIOMOLEKUL TUBUH MANUSIA
Karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen merupakan unsur utama tubuh manusia
Kalsium, fosfor, kalium, natrium, klor, magnesium, besi, mangan, yodiun dan unsur lainya memiliki makna biologis dan medis yang sangat penting
Air, DNA, RNA, protein, polisakarida dan lipid merupakan biomolekul utama tubuh
a.Unsur tubuh manusia
1. C = 50%
2. O = 20%
3. H = 10%
4. N = 8,5%
5. Ca = 2,5%
6. K = 1%
7. S = 0,8%
8. Na = 0,4%
9. Cl = 0,4%
10. Mg = 0,1%
11. Fe = 0,01%
12. Mn = 0,001%
13. I = 0,00005%

b.Biomolekul tubuh manusia.

Biomolekul persentase :
1. AIR 61,6 %
2. PROTEIN 17,0 %
3. LEMAK 13,8 %
4. MINERAL 6,1 %
5. KARBOHIDRAT 1,5 %

Biomolekul dan fungsi
DNA → bahan genetik (gen)
RNA → template (cetakan) → sintesa protein (membawa pesan genetik)
Protein → bahan enzim, hormon, antibodi
Karbohidrat → sumber energi utama
Lipid → membran sel, pelarut vitamin ADEK, simpanan energi

Pengertian sel
Sel merupakan unit fundamental biologi
Sel merupakan unit terkecil organisme yang mampu mempertahankan kehidupan sendiri
Sel mempunyai organel dengan fungsi khusus
Tiap organel menjalankan fungsi dengan reaksi kimia masing-masing

F.MANFAAT BIOKIMIA
Hasil penelitian biokimia turut menentukan diagnosis, prognosis dan pengobatan penyakit
Pendekatan biokimia sering menjadi unsur fundamental untuk menjelaskan sebab penyakit dan merancang terapi yang tepat
Penggunaan berbagai pemeriksaan biokimia laboratorium secara bijaksana merupakan komponen integral dalam penegakan diagnosis dan pemantauan hasil terapi

G.PENYEBAB PENYAKIT (BIOKIMIA)
Penyebab fisik: trauma mekanis, suhu tinggi/rendah, perubahan mendadak tekanan atmosfer, radiasi, syok listrik
Penyebab kimia dan obat2an: toksin, obat
Penyebab biologi: virus, riketsia, bakteri, fungus, parasit
Kekurangan O2: penurunan sirkulasi darah, kekurangan Hb, peracunan enzim oksidatif

• Genetik: kongenital, molekuler
• Reaksi imunologis: anafilaksis, hipersensitivitas, autoimune
• Gangguan keseimbangan gizi: defisiensi gizi, kelebihan gizi
• Gangguan keseimbangan hormon: defisiensi atau kelebihan hormon

Persahabatan bagai kedondong

Friendship like kedodondong change into pickles and fruit salad sometimes, too salty, sometimes too spicy tamarind and important ^ ^ ga 'make keracunan.masih can make in makan.namun tolelir keselek do not let the seeds, Shortness of breath can be acute, or even Is Death. ..... YOU KNOW .... HHO HHO ....

Angel Diary-even soap operas are also telling the same story about the meaning of friendship. In a friendship not only implies a sense of a close friendship, but precipitates a silent competition that occurs without conscious or aware of a friendship.

Can not be denied, that the friend, as well as a friend to confide in the best, loyal friend, a friend of the street that's fun, my friend is the main competitor. In every friendship is always there will always be conflicts that arise. Conflicts that arise are usually triggered by a quiet competition going on among friends.

One case (and it most often happens) is when two friends liked the same guy or girl who likes the same. They will try to win sympathy from the guy or girl in any way. Quite often, friendships grow cold or destroyed "only" a matter of love.

Whereas previously they had vowed that there are none that can destroy friendships.

Quite often friends "stab" in the back by betraying dating discreetly in the back without a confession. Smart play-act and hide all the treachery that is based on the name of love. Emang Love does not wrong, all might be true when feelings of love to defeat the logic.

Why yes, it happens more often so rich?

Actually it was humane and fair kok because we can be friends and friends are usually based on the similarities of interests, hobbies, tastes, preferences and behavior of us. Though visible from the outside of two other individuals exist in nature but they actually thought a suitable one, which makes them comfy stay in a bond of friendship.

However, we sometimes forget that common interests and tastes that brings two or more people indirectly friend also has the same stereotype of looking at people who liked.

Thus, when one friend falls in love with someone, sure deh, 90% at the same best friend in the liver would also say, "You know, why we taste the same huh? I also liked lho type-type with the rich man does. "

Although often the case things like that, but not all have the potential to become a traitor friend. Because even though he likes with the same type of person, there is a friend who is able to reduce emotion and chose to stay away and find someone else beyond the people who loved her best friend. He chose to always support and help his friend to achieve what is desired.

Moringa leaves the world not as wide, so a lot of girl and guy are milling about in the universe. Who have the same stereotype, complete with all the advantages and disadvantages.

So there is a reason not to betray a friendship just to grab attention gebetan boyfriend or best friend?

firs love

Theoretically first love can happen in any age or not happen at all. But most people had fallen in love for the first time when they were teenagers. That exciting new experience most of us remember very well during all our life. For an adult, the experience on own high school problems and the problems of their children seem very funny, silly and simple especially compared with all the difficulties of adult life. Somehow they forget how tragic and full of drama life and relationships were than in our adolescence.

Like me, as a teenager falls in love and it happens for the first time I feel all its ups and downs for the first time either. In that age I mostly enjoy myself and study the new emotions inside than show much interest for the inner world of our first Girlfriend.

Once I start to show interest to the persons of the other sex and a little later instinctively choose my first love. This is will interest and trouble me during all my future life but these first steps are always the most difficult and for some of me turn to be very painful. I have a growing and changing body that I haven’t started to understand yet and a delicate soul which is so easy to hurt.




Adults very often don’t take this first affection for serious, they may laugh at it, preach, tell their children that they are too young to really feel anything.

No one can stop anybody from falling in love especially when it’s so beckoning with the novelty. Wise adults can only try to support me as a young comrade to pass this complicated with the least wounds and hurt. The feelings of adolescents are as changeable as the mood. So the first love usually goes very soon after it comes.

The first love is only the first lesson to learn but it like Alphabet stays in the basic of the whole future relationships of a human.

weather

europe has four season.They are spring,summer,autumn,and winter.in spring,it is rainy and wet.trees and flower start to grow .in summer,it is hot and sunny.people usually go on holiday in this season.In autumn,it is cold and foggy.trees lose their leaves.In winter,it is very cold and it snows .people have to wear thick clothes.

people carakter

my friend yopi has got short,straightblack hair,his eyes are black,he has got big ears and a straight nose.yopi is tall.he has got slim/big body.he is a friendlyboy in my class

my friends yuna has got brown eyes,her eyes are big.she wears glasses.she is short.she has got short,brown wavy hair,and small ears.she is thin she has got thin lips.her face is beatiful

hUman body

The human body is unique.we have five senses such as touch,taste,smell,hearing,and sight.our skin has million of sensory receptor whichcan feel pain,hot and cold,and touch.we have to eyes for seeing many thing.we have two ears for hearing the sounds.we have a nose for breathing and smelling.we have a tongue for testing.we have two hands for taking or bringing things.
we have two legs for walking

Describing

Fruit dan vegetable

I’am fruit,I’am a small,red,round fruit that grow on a tree.
What am I ? (cherry/apple)

I’am fruit ,I’am red or yellow fruit eaten raw or cooked as a vegetable.
What am I ? (Tomato/potata)

I’am fruit,I’am long,thin,Green and a vegetable .
What I’am?? (Cucumber/long bean)

I’am a vegetable tyipically orange in colour,eaten raw or cooked.
What I’am ? (lettuce/carrot)

I’am a juicy fruit with an orange skin and juicy flesh.
What am I ? ( orange/avocado )


Animal

I have long neck, I eat leaves,shrubs,and vines .I’am >… (giraffe)

Minggu, 20 Juni 2010

Quantum Teaching

Quantum Teaching, mengajar yang menyenangkan
A. Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
Pada perkembangan selanjutnya, Bobbi DePorter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov, dan Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik.
Konsep itu sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter. Dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991, yang melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73% , meningkatkan harga diri 84% dan melanjutkan penggunaan keterampilan 98%.
Persamaan Quantum Teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Fisika Quantum yaitu:
E = mc2
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik.
B. Arti Quantum Teaching
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Dalam Quantum Teaching bersandar pada konsep ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Dengan Quantum teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Penelitian di Universitas California mengungkapkan bahwa masing-masing otak tersebut mengendalikan aktivitas intelektual yang berbeda.
Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan hal lain yang memerlukan pemikiran rasional, beralasan dengan pertimbangan yang deduktif dan analitis. Bgian otak ini yang digunakan berpikir mengenai hal-hal yang bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat memfokuskan diri pada garis dan rumus, dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan irama.
Otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya cipta dan bakat artistik. Pemikiran otak kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.
C. Prinsip Quantum Teaching
Prinsip dari Quantum Teaching, yaitu:
1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
Kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR
1. TUMBUHKAN. Tumbuh- kan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU “
(AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar
1. ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar
2. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”
3. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”
4. ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
5. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan
D. Petunjuk Pelaksanaan Quantum Teaching (Contoh Kasus di SMA Anu)
1. Guru wajib memberi keteladanan sehingga layak menjadi panutan bagi peserta didik, berbicaralah yang jujur , jadi pendengar yang baik dan selalu gembira (tersenyum).
2. Guru harus membuat suasana belajar yang menyenangkan/kegembiraan. “learning is most effective when it’s fun. ‘Kegembiraan’ disini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari) , dan nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik.
3. Lingkungan Belajar yang aman, nyaman dan bisa membawa kegembiraan:
a. Pengaturan meja dan kursi diubah dengan berbagai bentuk seperti bentuk U, lingkaran
b. Beri tanaman, hiasan lain di luar maupun di dalam kelas
c. Pengecatan warna ruangan, meja, dan kursi yang yang menjadi keinginan dan kebanggaan kelas
d. Ruangan kelas dihiasi dengan poster yang isinya slogan, kata mutiara pemacu semangat, misalnya kata: “Apapun yang dapat Anda lakukan, atau ingin Anda lakukan, mulalilah. Keberanian memiliki kecerdasan, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya” (Goethe).
4. Guru harus memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh yang kuat pada proses belajarnya. Guru dapat mempengaruhi suasana emosi siswa dengan cara :
a. kegiatan-kegiatan pelepas stres seperti menyanyi bersama, mengadakan permainan, outbond dan sebagainya.
b. aktivitas-aktivitas yang menambah kekompakan seperti melakukan tour, makan bersama dan sebagainya.
c. menyediakan forum bagi emosi untuk dikenali dan diungkapkan yaitu melalui bimbingan konseling baik oleh petugas BP/BK maupun guru itu sendiri.
5. Memutar musik klasik ketika proses belajar mengajar berlangsung. Namun sekali-kali akan diputarkan instrumental dan bisa diselingi jenis musik lain untuk bersenang-senang dan jeda dalam pembelajaran.
6. Sikap guru kepada peserta didik :
a. Pengarahan “Apa manfaat materi pelajaran ini bagi peserta didik” dan tujuan
b. Perlakukan peserta didik sebagai manusia sederajat
c. Selalu menghargai setiap usaha dan merayakan hasil kerja peserta didik
d. Memberikan stimulus yang mendorong peserta didik
e. Mendukung peserta 100% dan ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
f. Memberi peluang peserta didik untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.
7. Terapkan 8 kunci keunggulan ini kedalam rencana pelajaran setiap hari. Kaitkan kunci-kunci ini dengan kurikulum.
a. Integritas: Bersikaplah jujur, tulus, dan menyeluruh. Selaraskan nilai-nilai dengan perilaku Anda
b. Kegagalan Awal Kesuksesan: Pahamilah bahwa kegagalan hanyalah memberikan informasi yang Anda butuhkan untuk sukses
c. Bicaralah dengan Niat Baik: Berbicaralah dengan pengertian positif, dan bertanggung jawablah untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus. Hindari gosip.
d. Hidup di Saat Ini: Pusatkan perhatian pada saat ini dan kerjakan dengan sebaik-baiknya
e. Komitmen: Penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi dan lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
f. Tanggung Jawab: Bertanggungjawablah atas tindakan Anda.
g. Sikap Luwes dan Fleksibel: Bersikaplah terbuka terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu Anda memperoleh hasil yang diinginkan.
h. Keseimbangan: Jaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa Anda. Sisihkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang ini.
8. Guru yang seorang Quantum Teacher mempunyai ciri-ciri dalam berkomunikasi yaitu :
a. Antusias : menampilkan semangat untuk hidup
b. Berwibawa : menggerakkan orang
c. Positif : melihat peluang dalam setiap saat
d. Supel : mudah menjalin hubungan dengan beragam peserta didik
e. Humoris : berhati lapang untuk menerima kesalahan
f. Luwes : menemukan lebih dari satu untuk mencapai hasil
g. Menerima : mencari di balik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti
h. Fasih : berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur
i. Tulus : memiliki niat dan motivasi positif
j. Spontan : dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil
k. Menarik dan tertarik : mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup peserta didik dan peduli akan diri peserta didik
l. Menganggap peserta didik “mampu” : percaya akan keberhasilan peserta didik
m. Menetapkan dan memelihara harapan tinggi : membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu setiap peserta didik untuk berusaha sebaik mungkin
9. Semua peserta didik diusahakan untuk memiliki modul/buku sumber belajar lainnya, dan buku yang bisa dipinjam dari Perpustakaan. Tidak diperkenankan guru mencatat/menyuruh peserta didik untuk mencatat pelajaran di papan tulis
10. Dalam melakukan penilaian guru harus berorientasi pada :
a. Acuan/patokan. Semua kompetensi perlu dinilai sesuai dengan acuan kriteria berdasarkan indikator hasil belajar.
b. Ketuntasan Belajar. Ketuntasan belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawakan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi berikutnya.
c. Metoda penilaian dengan menggunakan variasi, antara lain
Tes Tertulis : pertanyaan-pertanyaan tertulis
Observasi : pengamatan kegiatan praktik
Wawancara : pertanyaan-pertanyaan langsung tatap muka
Portfolio : Pengamatan melalui bukti-bukti hasil belajar
Demonstrasi : Pengamatan langsung kegiatan praktik/pekerjaan yang sebenarnya
1. Kebijakan sekolah dalam KBM yang patut diperhatikan oleh guru :
a. Guru wajib mengabsensi peserta didik setiap masuk kelas
b. Masuk kelas dan keluar kelas tepat waktu. Jam pertama misalnya 07.30 dan jam terakhir harus pulang sama-sama setelah bel berbunyi. Pada jam istirahat tidak diperkenankan ada kegiatan belajar mengajar.
c. Guru wajib membawa buku absen & daftar nilai, Silabus, RPP, program semester, modul/bahan ajar sejenisnya ketika sedang mengajar
d. Selama KBM tidak boleh ada gangguan yang dapat mengganggu konsentrasi peserta didik. Misalnya guru/peserta berkomitmen bersama untuk tidak mengaktifkan HP ketika PBM berlangsung
e. Guru harus mendukung kebijakan sekolah baik yang berlaku baik untuk dirinya sendiri maupun untuk peserta didik dan berlaku proaktif.
f. Untuk pelanggaran oleh peserta didik maka hukuman dapat ditentukan secara musyawarah bersama peserta didik, namun untuk pelanggaran kategori berat sekolah berat menentukan kebijakan sendiri.
1. Pengalaman belajar hendaknya menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran.
a. Terdapat kegiatan membaca, menjelaskan, demonstrasi, praktek, diskusi, kerja kelompok, pengulangan kembali dalam menjelaskan dan cara lain yang bisa ditemukan oleh guru.
b. Gunakan spidol warna-warni dalam membantu menjelaskan di papan tulis.
c. Disarankan menggunakan media pendidikan seperti projector, bagan, dan sebagainya.
d. Diperbolehkan belajar di luar kelas seperti di bawah pohon, dipinggir jalan
Siswa belajar : 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang di lihat dan dengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan lakukan (Vernon A. Magnessen, 1983). Ini menunjukkan guru mengajar dengan ceramah, maka siswa akan mengingat dan menguasai hanya 20% karena siswa hanya mendengarkan. Sebaliknya jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkanknya maka akan mengingat dan menguasai sebanyak 90%.
1. Guru harus selalu menghargai setiap usaha dan hasil kerja siswa serta memberikan stimulus yang mendorong siswa untuk bernuat dan berpikir sambil menghasilkan kara dan pikiran kreatif. Ini memungkinkan siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Untuk itu guru bisa menggunakan berbagai metoda dan pengalaman belajar melalui contoh yang konstekstual. Setiap kesuksesan dalam belajar siswa layak untuk dirayakan.
1. Suasana belajar siswa, guru dapat mengarahkan kearah ke ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Suasana belajar juga melibatkan mental-fisik-emosi –sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.
E. Penutup
Sekolah yang didirikan DePorter itu, menjadi pusat percontohan tempat metode Quantum dipraktikkan. Remaja, karyawan, eksekutif perusahaan, menjadi murid di sekolah ini. Tujuannya satu: menjadi manusia baru. Itulah sebabnya Jack Canfielf, penulis buku Chicken Soup of the Soul mengatakan, metode ini akan mengobarkan kembali api yang ada di dalam diri Anda.
Penulis telah melakukan uji coba di SMK Y untuk melaksanakan pengajaran model quantum ini, namun ternyata tidak semudah harapan dan teori yang ditulis oleh DePorter, penulis mengalami hambatan antara lain :
1. Ketika ada musik dalam pembelajaran, para guru merasa keberatan dan merasa aneh. Mereka menganggap musik justru mengganggu konsentrasi
2. Guru dan Siswa SMK Y tidak terbiasa mendengar musik klasik, instrument yang lembut. Sehingga ketika musik dipaksakan di dengarkan di kelas, siswa malah mengantuk dan guru merasa terganggu
3. Tidak bisa selamanya guru berlaku manis, baik dan perhatian kepada siswa. Justru sikap ini bisa diremehkan siswa. Jadi guru dalam hal ini harus lengkap perangainya bisa marah namun juga bisa ramah.
Namun untuk penerapan di SMA Favorite di sebuah kota Anu dan di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar, sungguh Quantum Teaching merupakan keberhasilan yang luar biasa antara guru, siswa dan sekolah/Lembaga Bimbel dalam bersama-sama meraih puncak prestasi. Jika Anda menjadi guru apa dan di sekolah mana saja silahkan mencoba menerapkan Quantum Teaching, dan penulis ucapkan : Selamat menjadi Guru Quantum yang ‘kan menjadikan kelas “Bergairah dan Menyenangkan”

Kamis, 24 Juni 2010

Tujuan Pembelajaran sebagai Komponen Penting dalam Pembelajaran

Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

Agar  proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Oleh karena itu, melalui tulisan yang sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang apa dan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya..

B. Apa Tujuan Pembelajaran itu?

Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.

Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .

Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.  Yang menarik untuk digarisbawahi  yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).

Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.

B . Bagaimana Merumuskan Tujuan Pembelajaran?

Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.

Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.

Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005)Â menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) Â analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.

Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.

Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan

Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.

Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima)

C. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.
4. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
5. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, yang didalamnya mencakup komponen: Audience, Behavior, Condition dan Degree

Merumuskan Tujuan Pembelajaran?

Merumuskan Tujuan Pembelajaran?
Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi.
Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kendati demikian, di lapangan kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran seringkali dikacaukan dengan perumusan indikator pencapaian kompetensi. Sri Wardani (2008) bahwa tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kolektif, karena rumusan tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh desain kegiatan dan strategi pembelajaran yang disusun guru untuk siswanya. Sementara rumusan indikator pencapaian kompetensi tidak terpengaruh oleh desain ataupun strategi kegiatan pembelajaran yang disusun guru, karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai siswa. Di samping terdapat perbedaan, keduanya memiliki titik persamaan yaitu memiliki fungsi sebagai acuan arah proses dan hasil pembelajaran.
Terlepas dari kekacauan penafsiran yang terjadi di lapangan, yang pasti bahwa untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku; dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.
Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy).
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation);
2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan
3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam setiap aspek taksonomi terkandung kata kerja operasional yang menggambarkan bentuk perilaku yang hendak dicapai melalui suatu pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, dalam tabel berikut disajikan contoh kata kerja operasional dari masing-masing ranah.
Merujuk pada pemikiran Bloom di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran seyogyanya dapat mencakup seluruh ranah perilaku individu. Artinya, tidak hanya sebatas pencapaian perubahan perilaku kognitif atau intelektual semata, yang hingga ini tampaknya masih bisa ditemukan dalam praktik pembelajaran di Indonesia.
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan
Masih berkenaan dengan perumusan tujuan pembelajaran, Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima).
Contoh rumusan tujuan pembelajaran dalam perkuliahan mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Setelah mengikuti kegiatan perkuliahan diharapkan:
“Mahasiswa dapat menjelaskan minimal tiga prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”
Mahasiswa= Audience
Menjelaskan= Behavior
Prinsip dalam kegiatan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan = Condition
Minimal tiga prinsip= Degree
Kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan otoritas guru sepenuhnya, namun seiring dengan penerapan konsep pembelajaran demokratis dan pembelajaran partisipatif, maka dalam merumuskan tujuan pembelajaran, selain memperhatikan tuntutan kurikulum yang berlaku, seyogyanya guru dapat melibatkan siswa didalamnya. Keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran memungkinkan siswa untuk dapat lebih termotivasi dan lebih fokus mengikuti setiap kegiatan belajar dan pembelajarannya. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki keterampilan mengharmonisasikan untuk mempertemukan tujuan-tujuan pembelajaran sebagaimana digariskan dalam kurikulum dengan tuntutan kebutuhan dan tujuan belajar siswa.
C. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi.
4. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan, dan diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
5. Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku yang menyeluruh, didalamnya tercakup perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.
6. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, dengan memperhatikan kaidah-kaidah tertentu.
Sumber:
Fitriana Elitawati .2002. Manfaat Tujuan Dalam Proses Belajar Mengajar. online : http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-belajar-mengajar/. diakses 15 September 2009
Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Omar Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara
Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Sri Wardani (2008). Perbedaan Indikator Pencapaian Kompetensi dan Tujuan Pembelajan, on line: http://p4tkmatematika.org/2008/10/perbedaan-indikator-pencapaian-kompetensi-dan-tujuan-pembelajaran-oleh-drasri-wardhani-mpd/, diakses 15 September 2009.
W. James Popham dan Eva L. Baker.2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis (Terj. Amirul Hadi, dkk). Jakarta: Rineka Cipta.
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.

Perumusan tujuan pembelajaran

k.cTUJUAN PEMBELAJARAN
Salamah/NIM 0708218
A. Pendahuluan
Secara filosofis tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup. Pentingnya tujuan dalam proses pendidikan sama hal pentingnya pendidikan dalam proses kehidupan. Mungkin tidak ada tujuan pendidikan bagi orang yang tidak memiliki tujuan hidup. Tanpa adanya tujuan yang jelas seperti dikatakan Davies (1976:73) semua perencanaan itu bagaikan mimpi yang tak mungkin dilakukan.
Tujuan pendidikan menggambarkan tentang idealisme, cita-cita keadaan individu atau masyarakat yang dikehendaki. Karenanya tujuan merupakan salah satu hal yang penting dalam kegiatan pendidikan, sebab tidak saja memberikan arah kemana harus dituju, tetapi juga memberikan arah ketentuan yang pasti dalam memilih materi, metode, alat/media, evaluasi dalam kegiatan yang dilakukan.
Dengan sebuah rumusan tujuan pendidikan, maka proses pendidikan akan dengan mudah dinilai/diukur tingkat kebehasilannya. Keberhasilan pendidikan akan dengan mudah dan cepat dapat dilihat dari segi pecapai tujuan. Dengan tujuan juga mempermudah menyusun/menetapkan materi, metode dan alat atau media yang digunakan dalam proses pendidikan.

B. Konsep, Fungsi dan Sumber Tujuan Pendidikan

1. Konsep Tujuan Pendidikan
Menurut Zais (1976:439) komponen kurikulum adalah:







Tujuan adalah merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum. Zais (1976:297) menegaskan bahwa sebagai komponen dalam kurikulum, tujuan merupakan bagian yang paling sensitif, sebab tujuan bukan hanya akan mempengaruhi bentuk kurikulum tetapi juga secara langsung merupakan fokus dari suatu program pendidikan.
Dalam beberapa leteratur pendidikan/kurikulum memakai beberapa istilah tujuan seperti purposes, aims, goals dan objectives untuk menunjukkan harapan pendidikan. Oliva menggunakan beberapa istilah seperti “out come, aim, end, purpose, function, goal dan objective”. Meskipun istilah-istilah ini dalam bahasa umum mempunyai persamaan, tetapi dalam bahasa pendidikan mempunyai perbedaan yang bermakna. Out come mengarah kepada harapan akhir secara umum. Sedangkan “aims” sama dengan “end”, purpose, function dan univesal goal”. Tujuan pendidikan ini sangat luas. Biasanya merupakan pernyataan tujuan pendidikan umum, yang dapat dipakai sebagai petunjuk pendidikan seluruh negara tersebut.
Beberapa istilah tujuan yang menggambarkan pada tingkat yang berbeda-beda, seperti: Aims yang menunjukkan arah umum pendidikan. Secara ideal, aims merefleksikan suatu tingkat tujuan pendidikan berdasarkan pemikiran filosofis dan psikologis masyarakat (Miller dan Seller, 1985: 175 dalam Mohammad Ansyar 1989: 93). Dengan perkataan lain aims adalah statemen tentang hasil kehidupan yang diharapkan (expected life outcomes) berdasarkan skema nilai filsafar hidup (Boudy, 1971:13). Menurut Zais, (1976:298) aims untuk tujuan pendidikan jangka panjang yang digali dari nilai-nilai filsafat suatu Bangsa.
Zais menjelaskan tujuan kurikulum (aim) merupakan pernyataan yang melukiskan keidupan yang diharapkan, tujuan atau hasil yang didasarkan pada pandangan filsafat dan tidak langsung berhubungan dengan dengan tujuan sekolah. Tujuan ini mungkin dapat dicapai setelah seseorang menyelesaikan pendidikan. Barangkali aims ini dapat disamakan dengan “tujuan pendidikan nasional” di Indonesia, karena pada tujuan pendidikan nasional ini dinyatakan keinginan bangsa Indonesia untuk mencapai suatu hasil pendidikan yang berlandasakan filsafat hidup bangsa Indonesia yang bernama Pancasila. Tujuan jenis ini tidak berkaitan langsung dengan hasil pendidikan di sekolah atau hasil proses belajar mengajar dalam ruang-ruang kelas.
Aim merupakan target yang pencapaiannya jauh dari situasi sekolah dan hasilnya mungkin jauh setelah proses belajar-mengajar di sekolah selesai. Contohnya untuk menjadikan manusia yang memiliki rasa tanggung jawab pada negara, atau manusia yang sehat jasmani dan rohani, berbudi pekerti luhur, mandiri dan lain-lain. Dan ini hanya mungkin dapat dicapai setelah anak menyelesaikan beberapa tingkatan pendidikan formal, informal dan bahkan mungkin non formal. Untuk mencapai tujuan umum “aims” perlu ditentukan pula yang lebih spesifik dari aims tersebut yang biasa dinamakan dengan goals.
Goals merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan objectives. Yang tersebut terakhir adalah tujuan yang dicapai sebagai hasil belajar dalam ruang-ruang kelas sekolah (Miller dan Seller, 1985: 179) dengan perkataan lain, goals adalah hasil proses belajar menurut suatu sistem sekolah (Zais, 1976:306). Goals lebih umum dari objectives dan bukan merupakan hasil langsung proses belajar dalam ruang kelas dan untuk mencapainya memerlukan seperangkat objectives. Contohnya antara lain adalah kemampuan berpikir analitik dan berpikir kritis, mengapresiasi dan mengamalkan ajaran agama Islam dan lain sebagainya. Barangkali di Indonesia goals ini dapat disamakan dengan tujuan kurikulum sekolah atau tujuan institusional.
Tingkat tujuan yang lebih rendah dari goals dalah objectives yaitu tujuan suatu unit atau pokok bahasan yang lebih spesifik yang merupakan hasil belajar dalam ruang-ruang kelas sekolah. Pada tingkat ini, kita berbicara tentang kemungkinan pemakaian objectives tingkah laku (behavioral objectives) yang menunjukkan tingkah laku yang eksplisit yang dimiliki siswa setelah mengikuti suatu pelajaran. Dengan perkataan lain objective adalah hasil belajar siswa dalam kelas, yaitu hasil proses belajar mengajar dalam kelas atau kegiatan belajar mengajar setiap haris sebagai hasil implentasi kurikulum. Contohnya: siswa mengusasi prinsip-prinsip dasar ilmu kimia, siswa dapat menyelesaikan 4 soal dari 5 soal persamaan kuadrat dan lain-lain.
Menurut Muhammad Ansyar (1989: 94) Marger (1962) adalah salah seorang yang paling gigih menekankan penting ditetapkan tujuan tingkah laku ini. Dia mengemukakan bahwa tujuan tingkah laku harus mencakup tiga komponen: (1) tingkah laku yang diinginkan, (2) kondisi tertentu tempat tingkah laku itu terjadi, dan (3) tingkat untuk kerja tingkah laku itu.
Di Indonesia kita kenal tingkatan/hirarkis tujuan itu dalam beberapa istilah seperti Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Instruksional Umum dan Khusus. (Depdikbud, 1984/1985:5)

2. Tujuan Pembelajaran
Tujuan institusional/goal dan tujuan kurikuler dijabarkan lagi dalam tujuan pembelajaran, tujuan ini lebih konkret dan lebih operasional yang pencapaiannya dibebankan kepada tiap pokok bahasan yang terdapat dalam tiap bidang studi. Menurut Suryosubroto, (1990: 20-21) tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh peserta belajar sesudah ia melewati kegiatan instruksional yang bersangkutan dengan berhasil. Kita dapat membedakan dua macam tujuan pembelajaran, yaitu: (1) Tujuan Pembelajaran Umum (TPU), tujuan instruksional umum kata-katanya masih umum, belum dapat diukur. Contohnya Siswa memahami konsep zakat dalam ajaran agama Islam. (2) Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK). Rumusan tujuan ini ditujukan pada (siswa), dengan langsung dapat diketahui (diukur) pada setiap kegiatan pengajaran berlangsung, dengan kata dan sayrat-syarat tertentu. Seperti kata kerja operasional, mengandung satu tingkah laku, berorientasi pada siswa, dapat diukur. Contoh. Melalui demonstrasi dan latihan siswa dapat mempraktekkan shalat maghrib dengan benar dan tertib.
Menurut Kaber (1988:11) tujuan instruksional spesifik dapat ditarik dari sumber pokok:
a. dari tujuan umum, seluruh kegiatan sekolah
b. dari tema (organizing center), topik yang dipelajari
c. dari perkembangan keterampilan yang dipelajari secara kontinu, misalnya dalam bahasa.

Tujuan instruksional mengandung dua komponen yaitu komponen isi dan komponen proses. Komponen isi berfokus pada memperoleh fakta, konsep, prinsip-prinsip yang berhubungan dengan topik yang dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik beratkan perhatian pada kegiatan, pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan topik. Jenis-jenis tujuan instruksional dapat digolongkan atas:
a. Tujuan yang berbetuk tingkah laku (behavioral objectives)
b. Tujuan yang berupa penampilan (peformance objective)
c. Tujuan yang bersifat mengungkapkan diri (expressive objectives)
d. Tujuan yang mengacu kepada ranah perilaku (domain refence objectives).

Dari sejumlah uraian tentang konsep tujuan tersebut secara garis besar yang dimaksud dengan tujuan adalah Suatu pernyataan atau rumusan tentang deskripsi tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh dan dimiliki seseorang setalah melakkukan atau menyelesaikan kegiatan pendidikan/belajar (sesuai dengan hirarkisnya).
3. Fungsi Tujuan
Rumusan tujuan pendidikan yang tepat dapat berfungsi dan bermanfaat dalam kegiatan pengembangan kurikulum, minimal sebagai berikut:
1) Tujuan akan menjadi pedoman bagi disainer untuk menyusun kurikulum yang efektif, (Davies: 1976: 73, Pratt, 1980: 145) dengan demikian memberikan arah kepada para disainer kurikulum dalam pemilihan bahan pelajaran, yaitu bahan pelajaran yang menopang tercapainya tujuan pendidikan.
2) Tujuan merupakan pedoman bagi guru dalam menciptakan pengalaman belajar (Pratt, 1980: 145)
3) Tujuan memberikan informasi kepada siswa apa yang harus dipelajari (Pratt: 145, Davies: 73)
4) Tujuan merupakan patokan evaluasi mengenai keberhasilan program (proses belajar mengajar) (Pratt: 145, Daveis: 74)
5) Tujuan menyatakan kepada masyarakat tentang apa yang dikehendaki sekolah, apa yang hendak dicapai (Pratt: 145 – 146)

Dari uraian di atas jelas bahwa tujuan pendidikan merupakan patokan, pedoman orientasi bagi para pelaksana/pendesain pendidikan.

4. Sumber Tujuan
Para ahli kurikulum tampaknya agak susah membedakan antara sumber dan kriteria dalam penetapan tujuan. Smith, Stanley dan Shores (1957: 108-123) misalnya mengistilahkan dengan pengembangan prinsip/kriteria penetapan tujuan kurikulum, yaitu tiga kreteria yang berupa substantif, dan dua kriteria prosedural. Krieria substantif bagi penetapan tujuan adalah kebutuhan dasar anak-anak, kebutuhan sosial atau masyarakat, dan ide-ide demokrasi. Kriteria yang yang hampir sama diajukan oleh Tyler (1949) yakni studi tentang pelajar, studi tentang kehidupan masyarakat di luar sekolah, dan saran-saran dari ahli mata pelajaran. Lebih jauh Tyler menekankan pendapatnya bahwa filsafat dan psikologi belajar merupakan “saringan” atau kriteria bagi penetapan lebih lanjut tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Zais (1976: 301-305) mengemukakan hal yang mirip dengan yang dikemukakan oleh kedua sumber di atas. Dia menamakannya sumber-sumber tujuan, yaitu sumber emperis mengenai studi tentang masyarakat dan pelajar; sumber filosofis, dan dan sumber yang berasal dari mata pelajaran.
Menurut Zais (1976:301) sumber-sumber tujuan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni sumber empirik, sumber filosofi, dan sumber bidang kajian atau subject matter. Sumber empirik mengacu kepada apa yang diinginkan oleh masyarakat, sumber filosofi merupakan kajian apa yang diisyaratkan (ought to be) untuk dicapai dalam suatu program pendidikan, dan sumber bidang kajian merupakan tujuan apa yang harus dicapai melalui kajian bidang studi.
Ketiga sumber yang digunakan dalam mengembangkan tujuan kemudian dikonstruksi dalam pola hirarkhi tujuan. Sumber empirik dan filosofi dikelompokkan dalam tujuan akhir (ends) atau tujuan pendidikan nasional, sedangkan sumber bidang kajian dikelompokkan ke dalam tujuan objectives (means) yang merupakan alat untuk mencapai tujuan akhir.
Semua penulis tersebut menekankan bahwa semua pengembang dan pendesain kurikulum hendaknya mengenal bahwa tujuan-tujuan bersumber dari asumsi-asumsi tentang pekajar, masyarakat dan ilmu pengetahuan. Menurut mereka tidak satupun dari ketiga sumber tersebut dapat dikesampingkan para ahli kurikulum. Dan amat penting sekali untuk saling menjaga keseimbangan antara ketiga sumber kurikulum tersebut.
Smith, Stanley dan Shores (1957) mengajukan juga kriteria lain bagi penetapan tujuan yaitu keterwakilan, kejelasan, keterpertahankan, konsistensi dan fisibilitas.

B. Perumusan Tujuan Pendidikan
1. Klasifikasi Tujuan Pendidikan
Broudy (dalam Zais, 1976: 307) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategore yang saling berkaitan. Pertama, tujuan pendidikan diarahkan pada pencapaian pola nilai utama. Nilai ini merupakan refleksi dari pandangan filsafat, yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap ketiga ciri tujuan pendidikan lainnya.
Kedua tujuan pendidikan menurut Broudy, adalah organisasi sosial yang lebih disukai. Ketiga peranan sosial yang lebih diinginkan, dan keempat gaya hidup yang lebih disenangi. (Zais, 1976:308)
Schubert (1986, 202-206) mengajukan empat tujuan pendidikan yaitu; (1)sosialisasi, (2)pencapaian, (3) pertumbuhan, dan (4)perubahan sosial. Sosialisasi merupakan tujuan yang harus dicapai anak didik agar mereka dapat hidup dengan baik dimasyarakat, dan dengan kebudayaannya.
Pencapaian atau prestasi perorangan biasanya diperlukan bagi anak-anak di negara industri dan post-industri, tempat prestasi merupakan gaya kehidupan yang hidup dimasyarakat.
Pertumbuhan personal anak bermula pada masa pendidikan progresive yang dipelopori John Dewey. Pendidikan dengan tujuan pertumbuhan muncul dalam beberapa versi, nama seperti pendidikan terbuka pada tahun 1960-an dan awal 70-an, pendidikan humanistik, 1950-an dan 1980-an. Tujuan pendidikan pertumbuhan personal memerlukan penyesuai kurikulum yang mengakomodir kebutuhan pribadi, bakat, minat, dan kemapuan anak yang berbeda-beda. Perubahan sosial, menurut aliran ini sekolah dapat dan harus mengusahakan perbaikan sosial (Muhammad Ansyar, 1989:102).
2. Klasifikasi Tujuan Pembelajaran
Oleh karena sukar menetapkan tingkat suatu tujuan yaitu, apakah itu pada tingkat tujuan pendidikan nasional (aims), atau pada tingkat sekolah, atau ruang kelas, maka Zais (1976: 308-309) mengajukan tiga kategore (fakta, keterampilan, dan sikap) biasa dipakai sebagai cara utama untuk menyusun tujuan kurikulum (goals) dan tujuan pembelajaran (objectives).
Fakta biasanya diartikan sebagai asimilasi yang dapat berupa unit-unit data, opini, atau konsep-konsep yang kompleks. Keterampilan adalah kemampan untuk melakukan sesuatu, termasuk proses seperti membaca, menulis, berpikir, kritis, berkomunikasi dan keterampilan fungsional lainnya. Sikap berkaitan dengan watak yang diinginkan atau perasaan yang timbul dari berbagai rangsangan, termasuk kecenderungan seperti kesukaan atau ketidaksukaan,, berminat atau tidak berminat dan lain-lain.
Klasifikasi tujuan yang lebih sistematis telah dikemukakan Bloom (1956) dan Krathwohl, Bloom dan Masia (1964) seperti tertera dalam Zais (1976: 304-310) Tanner dan Tanner (1975:121-131). Tujuan pendidikan dikalsifikasikan pada tiga ranah besar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Proses kognitif diklasifikasikan ke dalam suatu urutan hirarkis, dari tingkat berpikir yang sederhana ke tingkat intelektual yang lebih kompleks:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi

Ranah afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan demensi perasaan, tingkah laku, atau nilai, seperti apresiasi terhadap karya seni, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain.
Ranah afektif dibagi menjadi lima tingkatan yang bergerak dari kesadaran yang sederhana menuju kekondisi di mana perasaan memegang peranan penting dalam mengontrol tingkah laku:
1) Menerima
2) Responsif
3) Menghargai
4) Organisasi
5) Karakteristik

Ranah psikomotor dibagi empat tingkatan, dari yang paling sederhana kepada tingkat yang paling kompleks, yaitu:
1) Observasi
2) Meniru
3) Praktek
4) Adaptasi.

Kegunaan taksonomi tujuan telah memberikan kntribusi yang besar terhadap penyempurnaan teknik evaluasi hasil kurikulum. Oleh karena itu, analisis tujuan-tujuan yang dikemukakan pada taksonomi membantu petugas kurikulum menjaga konsistensi serta menjaga keseimbangan tujuan antara berbagai ranah.

3. Kriteria Perumusan Tujuan Pembelajaran
Dalam pendahuluan telah dikemukakan betapa pentingnya tujuan pendidikan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum dan pengajaran. Tujuan merupakan dasar orientasi sekaligus sesuatu yang akan dicapai dalam semua program kegiatan pendidikan. Seperti dikatakan Hilda Taba dalam (Davies, 1976: 56) terdapat banyak hal yang terlibat dalam kegiatan kurikulum atau pengajaran, yaitu siswa, materi pengajaran, guru, kelas, dan varaisi-variasi aktivitas lain yang kompleks. Untuk mengikat kesemuanya itu agar dapat berjalan secara harmonis, tidak saling bertentangan diperlukan tujuan, penekanan yang konsisten, yang berfungsi mengikat dan menyatukan program-program kegiatan tersebut. Tanpa tujuan yang jelas mustahil kesemuanya itu dapat dilaksanakan dengan baik.
Kurikulum sekolah yang disusun bagaimanapun juga dimaksudkan agar dapat dilaksanakan dengan efektif dan efesien. Karenanya tujuan merupakan faktor yang paling menentukan, maka penyusunan tujuan-tujuan itu harus benar-benar dipertimbangkan dengan cermat. Hal itu mengingat bahwa tujuan yang disusun itu tidak dengan sendirinya pasti baik, jelas, dan teliti, sebagai contoh kita kadang menemukan kerepotan dalam menafsirkan suatu tujuan dalam kurikulum.
Menurut Kaber (1988:108) menetapkan tujuan merupakan proses analisis yang menuntut suatu keterampilan, keahlian tersendiri. Untuk itu perlu adanya suatu langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis suatu tujuan pendidikan/pengajaran. Langkah-langkah tersebut dijabarkannya sebagai berikut:
Mengidentifikasi Klasifikasi Menetapkan
Pentingnya jenis tujuan Tujuan

Penshahihan Mencek berdasar Spesifikasi Analisis
Tujuan kan kriteria Tujuan Tujuan
Merumuskan tujuan seperti dijelaskan sebelumnya harus runtun yaitu tujuan umum dijabarkan pada tujuan khusus. Selanjut tujuan khusus diteliti jenis-jenisnya, dinilai kepentingannya dan dicek berdasarkan kriteria, syarat-syarat tujuan lebih formal dan terinci, sehinga setiap komponen yang ada tidak terlampaui.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan yang merupakan kriteria tujuan yang baik seperti berikut ini:
1. Tujuan harus selalu kosisten dengan tujuan tingkat di atasnya (Pratt, 1980:185). Tujuan-tujuan yang bersifat penjabaran dari suatu tujuan yang lebih tinggi jenjangnya harus sesuai atau tidak bertentangan dengan hal-hal yang diisayaratkan oleh tujuan tersebut. Misalnya tujuan instruksional yang dijabarkan langsung dari tujuan kurikuler harus mencerminkan tujuan kurikuler itu.
2. Tujuan harus tepat seksama dan teliti. Tujuan hanya berguna jika ia dirumuskan secara teliti dan tepat sehingga memungkinkan orang mempunyai kesamaan pengertian terhadapnya. Perumusan tujuan yang cermat akan memungkinkan kita untuk melaksanakannya dengan penuh kepastian. Ketelitian berhubungan dengan skope tujuan, walau tidak untuk menentukan berapa banyak harus terkandung materi pelajaran dalam suatu tujuan. Identifikasi tujuan khusus pencapaiannya akan terlihat dalam penampilan (peformance) atau bentuk tingkah laku. Perumusan dalam hal ini sering ditentukan oleh situasi. Prinsip umum tentang ketelitian perumusan tujuan adalah: nyatakan tujuan dengan seteliti mungkin untuk dapat menggambarkan secara jelas keluaran belajar dan memberi petunjuk kepada pembuat desain, guru dan penilai hasil (Pratt, 1980:185)
3. Tujuan harus diidentifikasikan secara spesifik yang menggambarkan keluaran belajar yang dimaksudkan. Tujuan yang dirumuskan harus menunjuk pada pengertian keluaran dari pada kegiatan. Tujuan yang menunjukkan tingkat kemampuan atau pengetahuan siswa merupakan maksud utama kurikulum. Akan tetapi jika ia tidak pernah mengidentifikasi keluarannya, ia bukanlah tujuan kurikulum yang kualifait (Pratt, 1980:184).
4. Tujuan bersifat relevan (Davies, 1976:17) dan berfungsi (Pratt,1980:186). Masalah kerelevansian berhubungan dengan persoalan personal dan sosial, atau masalah praktis yang dihadapi individu dan masyarakat. Memang harus diakui bahwa terdapat perbedaan pengertian tentang kerelevansian itu karena adanya perbedaan masalah dan kepentingan antara tiap individu dan masyarakat. Jadi kerelevansian itu berkaitan dengan pengertian untuk siapa dan kapan. Di samping relevan, tujuan pun harus berfungsi personal maupun sosial. Suatu tujuan dikatakan berfungsi personal jika ia memberi manfaat bagi individu yang belajar untuk masa kini dan masa akan datang, dan berfungsi sosial jika ia memberi mafaat bagi masyarakat di samping pelajar.
5. Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dicapai. Tujuan yang dirumuskan harus memungkinkan orang, pelaksana kurikulum untuk mencapainya sesuai kemampuan yang ada. Masalah kemampuan itu berkaitan dengan masalah tenaga, tingkat sekolah, waktu, dana, skope materi, fasilitas yang tersedia, dan sebagainya. Perumusan tujuan yang terlalu muluk (karena terasa lebih ideal) dan melupakan faktor kemampuan atau realitas hanya akan berakibat tujuan itu tak tercapai. Suatu program kegiatan dikatakan efektif jika hasil yang dicapai dapat sesuai atau paling tidak, tidak terlalu jauh berbeda dengan perencanaan.
6. Tujuan harus memenuhi kriteria kepantasan worthwhilness (Davies, 1976:18). Pengertian “pantas” mengarah pada kegiatan memilih tujuan yang dianggap lebih memiliki potensi, bersifat mendidik, dan lebih bernilai. Memang agak sulit menentukan tujuan yang lebih pantas karena dalam hal ini orang bisa mengalami perbedaan kesepakatan pengertian. Secara umum kita boleh mengatakan bahwa kriteria kepantasan harus didasarkan pada pertimbangan objektif, dengan argumentasi yang objektif. Dalam hal ini Profesor Peter dalam (Davies, 1976:18) menyarankan tiga kriteria (a) aktivitas harus berfungsi dari waktu ke waktu, (b) aktivitas harus bersifat selaras dan seimbang dari pada bersaing, mengarah ke keharomonisan secara keseluruhan, dan (c) aktivitas harus bernilai dan sungguh-sungguh khususnya yang menunjang dan memajukan keseluruhan kualitas hidup.
Secara lebih khusus lagi terutama dalam merumuskan tujuan kurikulum Pratt (1980: 190) yang dukutip oleh Kaber (1988:109) mengemukakan ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi dalam merumuskan tujuan kurikulum yang mengarah kepada tingkah laku, seperti berikut ini:
1. Menunjukkan hasil belajar yang spesifik.
2. Memperlihatkan konsistensi
3. Memperlihatkan ketepatan
4. Memperlihatkan kelayakan
5. Memperlihatkan fungsionalitas
6. Memperlihatkan signifikasi
7. Memperlihatkan keserasian

P E N U T U P
Tujuan pendidikan merupakan suatu elemen penting dalam pengembangan kurikulum. Tujuan pendidikan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam merancang kurikulum, terutama dalam memilih dan menetapkan materi, metode/proses dan menetapkan alat evaluasi. Tujuan juga sebagai alat untuk mengukur keberhasilan sebuah rancangan kurikulum.
Merumuskan tujuan Pendidikan Nasonal memang bukan pekerjaan yang mudah karena, akan menentukan arah bagi perkembangan bangsa itu selanjutnya. Untuk itu diperlukan keahlian dan kesadaran apa sebenarnya yang diinginkan/diharapkan oleh masyarakat bangsa itu. Bahkan itu tidak memadai manakala tidak dilengkapi dengan saringan sercara filosofis dan psikologis setiap keinginan tersebut, sehingga benar-benar berupa keinginan yang pantas dan sesuai dengan harkat dan martabat manusia ideal.
Seorang pengembang kurikulum harus benar-benar memahami sumber-sumber tujuan pendidikan yang akan ditetapkan dalam kurikulum, seperti kajian tentang anak didik, mayarakat diluar sekolah dan perkmbangan disiplin ilmu. Kesemua sumber itu kemudian direkonstruksi dalam sebuah rumusan yang pantas, konsisten, representatif, jelas, terpertahankan dan fisibility.
Demikianlah antara lain beberapa konsep tujuan, sumber fungsi serta kriteria yang perlu dipertimbangkan dan sekaligus dipenuhi dalam kegiatan perencanaan dan perumusan tujuan. Sudah tentu masih ada pertimbangan-pertimbangan lain yang juga menuntut perhatian yang belum tercakup di atas, untuk itu perlu kita diskusikan lagi demi untuk mecari sesuatu lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Ansyar, Muhammad, (1988) Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Dirjen Dikti, Jakarta
Davies, Ivor K, (1976) Objectives In Curriculum Design, Megraw-Holl Book Company, London
Depdikbud, (1984/1985) Pengembangan Kurikulum dan Sistem Instruksional, Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi, Jakarta
J. Galen Saylor. William M. Alexander dan Arthur J. Lewis, 1981 Curriculum Plaining for Better Teaching and Learning,
Kaber, Achacius, (1988) Pengembangan Kurikulum, Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga dan Tenaga Kependidikan, Jakarta
Oliva, Peter F, (1992) Developing The Curriculum, Third Edition, Harper Collin Publishers, New York
Pratt, David, (1980) Curriculum Design and Development, Harcout Brace Jovanovich, Inc, New York
Smith, B.O, Stanley, W.O. dan Shores, J.H., 1957, Fundamentals of Curriculum Development, Harcourt Brace and World, New York
Schubert, William H.1986, Curriculum: Perspective, Paradigm, and Possibility, Co;;ier Macmillan Publishers, London
Tanner, Daniel, dan Tanner, Laurel N, 1975, Curriculum Development: Theory into Pracyice, Macmillan Publishing Company, Inc., New York
Zais, Robert S, (9176) Curriculum Principle and Foundation, Thoms Ciowell Company, New York

Rabu, 23 Juni 2010

BAHAN ALAM DAN BAHAN SISA SEBAGAI MEDIA BELAJAR

BAHAN ALAM DAN BAHAN SISA SEBAGAI MEDIA BELAJAR
13 06 2010

Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan salah satu hal pokok yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Belajar dalam pelaksanaannya haruslah menarik minat dan dianggap menyenangkan bagi peserta didik. Kegiatan belajar yang menyenangkan tersebut sebisa mungkin disamarkan dan melebur dalam kegiatan terpadu, yang menurut mereka (peserta didik), disebut dengan bermain.

Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan, bukan karena akan memperoleh hadiah atau pujian. Tetapi bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, namun mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai fantasinya, tujuannya dan pekerjaannya terujud. Dan tentu saja, sebagai guru, tujuan pembelajaran pun tercapai.

Saat anak bermain, semua indera anak bekerja aktif. Semua informasi ditangkap oleh indera anak, disampaikan ke otak sebagai rangsangan, sehingga sel-sel otak aktif dan berkembang.

Saya kira, paparan tentang hubungan belajar dan bermain sudah cukup. Sekarang marilah kita simak media apa sajakah yang tepat dan aman serta (tentu saja) menarik untuk bahan pembelajaran. Monggo.!

Media belajar yang baik adalah media yang dapat memberi kesempatan untuk mendapatkan dan memperkaya pengetahuan anak secara langsung. Pun dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir kritis dan positif, membantu mengenal lingkungan dan kemampuan dirinya, menumbuhkan motivasi dan meningkatkan perhatian belajar anak.

Media tersebut harus memperhatikan hal-hal berikut :

* Menjaga keamanan dan keselamatan.
* Menjaga kesehatan / kebersihan.
* Pembuatan sesuai ukuran.
* Bisa untuk bereksplorasi anak.
* Dapat untuk bereksperimen anak.
* Mengembangkan imajinasi anak.
* Memotivasi anak untuk kreatif.
* Mengembangkan kemampuan sosial anak.
* Sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan anak.
* Berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak

Jean Pidget (1972 : p.27) menyebutkan bahwa “Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru, tentu saja, bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat” Nah, bagi anda para guru, sengaja saya kutipkan pendapat diatas dan saya garis bawahi yaitu : bagian Guru, tentu saja, bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat. :D

Anda dapat memilih media-media berikut ini : [Bahan cair/ bahan alam], [bahan pembangunan terstruktur], atau [bahan belajar mikro dan makro]. Silakan diklik saja. Tetapi yang akan kita bahas di sini adalah kategori pertama, yaitu BAHAN CAIR/ BAHAN ALAM. Macam-macam bahan cair untuk pembelajaran ini meliputi : air, pasir, cat jari, lumpur, tanah liat, play dough, krayon, cat, dll.

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

Saat ini komputer bukan lagi merupakan barang mewah, alat ini sudah digunakan di berbagai bidang pekerjaan seperti halnya pada bidang pendidikan. Pada awalnya komputer dimanfaatkan di sekolah sebagai penunjang kelancaran pekerjaan bidang
administrasi dengan memanfaatkan software Microsoft word, excel dan access.
Dengan masuknya materi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kurikulum baru, maka peranan komputer sebagai salah satu komponen utama dalam TIK mempunyai posisi yang sangat penting sebagai salah satu media pembelajaran. Kutipan dari Kurikulum untuk Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi
· Visi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu agar siswa dapat dan terbiasa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi dalam kegiatan belajar, bekerja, dan aktifitas lainnya sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap imaginatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi mandiri, dan mudah beradaptasi dengan perkembangan baru di lingkungannya · Melalui mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi diharapkan siswa dapat terlibat pada perubahan pesat dalam kehidupan yang mengalami penambahan dan perubahan dalam penggunaan beragam produk teknologi informasi dan komunikasi.
Siswa menggunakan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara efisien dan efektif. Dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi, siswa akan dengan
cepat mendapatkan ide dan pengalaman dari berbagai kalangan. Penambahan kemampuan siswa karena penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi akan mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga siswa
dapat memutuskan dan mempertimbangkan sendiri kapan dan dimana penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan dimasa yang akan datang.

· Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media.
· Secara khusus, tujuan mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah:
1. Menyadarkan siswa akan potensi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berubah sehingga siswa dapat termotivasi untuk mengevaluasi dan mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai dasar untuk belajar sepanjang hayat.
2. Memotivasi kemampuan siswa untuk bisa beradaptasi dan mengantisipasi perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, sehingga siswa bisa melaksanakan dan menjalani aktifitas kehidupan seharihari secara mandiri dan lebih percaya diri.
3. Mengembangkan kompetensi siswa dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung kegiatan belajar, bekerja, dan berbagai aktifitas dalam kehidupan seharihari.
4. Mengembangkan kemampuan belajar berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, sehingga proses pembelajaran dapat lebih optimal, menarik, dan mendorong siswa terampil dalam berkomunikasi, terampil mengorganisasi informasi, dan terbiasa bekerjasama.
5. Mengembangkan kemampuan belajar mandiri, berinisiatif, inovatif, kreatif, dan bertanggungjawab dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pembelajaran, bekerja, dan pemecahan masalah seharihari.

Dengan melihat isi dari kurikulum tersebut, kita harus mengintegrasikan TIK dalam proses belajar mengajar di madrasah bukan hanya untuk mata pelajaran teknologi dan informasi saja. Melihat kondisi TIK pada saat ini dan perkembangannya di masa datang, kita harus mempersiapkan diri dan melakukan perencanaan yang matang dalam mengimplementasikan TIK di madrasah. Jika kita tidak memulainya sekarang maka madrasah sebagai salah satu institusi pendidikan selain sekolah yang berada dibawah Depdiknas akan tertinggal oleh sekolah lain. Jika ini terjadi, usaha kita akan semakin berat untuk mensejajarkan madrasah dengan sekolah lain. Di satu sisi, kita sedang berusaha mengejar ketertinggalan dalam mata pelajaran khususnya MIPA dan BahasaInggris, di sisi lain TIK akan membuat kita tertinggal semakin jauh. Mengamati Program Pengembagan TIK yang dilakukan Depdiknas Untuk mengejar ketertinggalan pemanfaatan TIK di sekolah dari negara lain, saat iniDepdiknas mempunyai program pengembangan TIK secara besarbesaran.
Ada tiga posisi penting di Depdiknas dalam program pengembangan TIK, yaitu:
1. Bidang kejuruan, TIK menjadi salah satu jurusan di SMK. Pengembangan TIK secara teknis baik hardware dan software masuk dalam kurikum pendidikan. Dibentuknya ICT center di seluruh Indonesia. Untuk menghubungkan sekolahsekolah di sekitar ICT center dibangun WAN (Wireless Area Network) Kota.
2. Pustekkom, sebagai salah satu ujung tombak dalam pengembangan TV pendidikan interaktif, Elearning dan ESMA. Program ini bertujuan untuk mempersempit jurang perbedaan kualitas pendidikan antara kota besar dengan daerah.
3. Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional), bertujuan untuk mengintegrasikan kedua program di atas agar terbentuk sebuah jaringan yang menghubungkan semua sekolah di Indonesia. Sehingga diperkirakan di masa depan semua sekolah di Indonesia akan terkoneksi dengan internet. Melihat program yang diadakan oleh Depdiknas kita bisa memanfaatkan fasilitas tersebut karena bersifat terbuka.

Pengembangan TIK di Madrasah secara Mandiri
Kita belum terlambat untuk mempersiapkan diri dalam penguasaan TIK sebagai media pembelajaran di madrasah. Mulai saat ini pihak madrasah dan Majlis Madrasah harus membuat sebuah program pengembangan TIK secara menyeluruh. Ada beberapa poin untuk membuat suatu perencanaan pengembangan TIK, diantaranya:
1. Mempersatukan visi dan misi pengembangan TIK yang ingin dicapai antara Kepala sekolah, guru dan majlis madrasah.
2. Pembentukan Komite Teknologi (Organisasi Labkom) yang mandiri
3. Mengidentifikasi infrastruktur lembaga, baik hardware, software maupun sistem dan jaringan yang sudah dimiliki
4. Penentuan hardware dan software yang akan digunakan atau dikembangkan.
5. Mengidentifikasi SDM yang dimiliki
6. Menentukan bentuk pelatihan penguasaan TIK baik untuk guru dan staf lainnya.
7. Adanya Time schedule yang jelas untuk pencapaian program
8. Penentuan Investasi yang diperlukan secara berkala tiap tahun
9. Mengidentifikasi perkembangan software dan kurikulum baru
10. Mengadakan revisi perencanaan disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Dengan perencanaan yang matang, kita bisa mengembangkan TIK secara bertahap di madrasah agar tidak tertinggal dari sekolah lain. Program yang dibuat haru dilaksanakan secara berkelanjutan meskipun terjadi pergantian kepala dan majilis madrasah. Pemanfaatan TIK Sebagai Media Pembelajaran TIK bukan merupakan teknologi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi dari hardware dan software.Ada hal penting yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan TIK sebagai media pembelajaran yaitu hardware dan software yang tersedia dan jenis metode pembelajaran yang akan digunakan. Beberapa pemanfaatan TIK dalam pembelajaran diantaranya:
1. Presentasi
Presentasi merupakan cara yang sudah lama digunakan, dengan menggunakan OHP atau chart. Peralatan yang digunakan sekarang biasanya menggunakan sebuah komputer/laptop dan LCD proyektor. Ada beberapa keuntungan jika kita memanfaatkan TIK diantaranya kita bisa menampilkan animasi dan film, sehingga tampilannya menjadi lebih menarik dan memudahkan siswa untuk menangkap materi yang kita sampaikan. Software yang paling banyak digunakan
untuk presentasi adalah Microsoft Powerpoint. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan presentasi,
diantaranya:
a. Jangan terlalu banyak tulisan yang harus ditampilkan.
b. Tulisan jangan terlalu kecil karena harus dilihat oleh banyak siswa.
c. Perbanyak memasukkan gambar dan animasi
d. Usahakan bentuk presentasi yang interaktif.
2. Demonstrasi
Demontrasi biasanya digunakan untuk menampilkan suatu kegiatan di depan kelas, misalnya eksperimen. Kita bisa membuat suatu film caracara melakukan suatu kegiatan misalnya cara melakukan pengukuran dengan mikrometer yang benar atau mengambil sebagian kegiatan yang penting. Sehingga dengan cara ini siswa bisa kita arahkan untuk melakukan kegiatan yang benar atau mengambil kesimpulan dari kegiatan tersebut.
Cara lain adalah memanfaatkan media internet, kita bisa menampilkan animasi yang berhubungan dengan materi yang kita ajarkan (meskipun tidak semuanya tersedia). Sebagai contoh untuk menampilkan arah vektor dari perkalian silang kita bisa mengakses internet dengan alamat

http://www.upscale.utoronto.ca/GeneralInterest/Harrison/Flash/ClassMechanics/

RightHandRule/RightHandRule.html
3. Virtual Experiment
Maksud dari virtual eksperimen disini adalah suatu kegiatan laboratorium yang dipindahkan di depan komputer. Anak bisa melakukan beberapa eksperimen dengan memanfaatkan software virtual eksperimen misalnya Crocodile Clips. Software ini bisa didownload di http://www.crocodileclips. com/s3_1.jsp , tetapi kita harus register dulu untuk mendapatkan active code yang berlaku untuk satu bulan.
Metode ini bisa digunakan jika kita tidak mempunyai laboratorium IPA yang lengkap atau digunakan sebelum melakukan eksperimen yang sesungguhnya.
4. Kelas virtual
Maksud kelas virtual di sini adalah siswa belajar mandiri yang berbasiskan web, misalnya menggunakan moodle. Saya berikan contoh bentuk kelas maya yang sedang kami kembangkan di MAN 2 Ciamis.Pada kelas maya ini siswa akan mendapatkan materi, tugas dan test secara online. Kita sebagai guru memperoleh kemudahan dalam memeriksa tugas dan menilai hasil ujian siswa. Terutama hasil ujian siswa akan dinilai secara otomatis.
Sebenarnya banyak bentuk pemanfaatan TIK lainnya yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam proses belajar mengajar. Tetapi semua itu tergantung kepada kita bagaimana cara memanfaatkannya.

Selasa, 22 Juni 2010

lingkungan menjadi media pembelajaran

LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER dan MEDIA PEMBELAJARAN

Masih banyak orang beranggapan bahwa media pembelajaran selalu terkait dengan teknologi tinggi, elektronika, digital dan biaya mahal contohnya yang kita kenal sebagai media pembelajaran adalah media cetak, Transparansi, Audio, Slide Suara, Video, Multimedia Interaktif, E-learning. Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan pemikiran yang sempit dalam memaknai arti dari sebuah media pembelajaran. Media pembelajaran terdiri dari berbagai macam jenis, dari media pembelajaran yang sederhana dan murah hingga media pembelajaran yang canggih dan mahal. Dari mulai rakitan pabrik hingga buatan tangan para guru itu sendiri , bahkan ada pula yang telah disediakan oleh alam dilingkungan sekitar kita yang dapat langsung digunakan sebagai media pembelajaran. Atas dasar pemahaman tersebut diatas maka diharapkan tidak ada lagi argumentasi yang muncul dikalangan para guru untuk tidak dapat menggunakan alat peraga oleh karena biayanya mahal. Begitu banyaknya lingkungan disekitar kita yang dapat digunakan sebagai media alat peraga tanpa perlu biaya mahal. Beberapa benda dilingkungan kita dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, baik yang dimanfaatkan secara langsung ( by utility resources ) , ataupun yang dirancang terlebih dahulu ( by design resources ) dan dapat pula dengan cara rekayasa media.



I. Pengertian lingkungan sebagai sumber belajar

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) lingkungan diartikan sebgai bulatan yang melingkungi (melingkari). Pengertian lainnya yaitu sekalian yang terlingkung di suatu daerah. Dalam kamus Bahasa Inggris peristilahan lingkungan ini cukup beragam diantaranya ada istilah circle, area, surroundings, sphere, domain, range, dan environment, yang artinya kurang lebih berkaitan dengan keadaan atau segala sesuatu yang ada di sekitar atau sekeliling. Dalam literatur lain disebutkan bahwa lingkungan itu merupakan kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan itu terdiri dari unsur-unsur biotik (makhluk hidup), abiotik (benda mati) dan budaya manusia. Lingkungan yang ada di sekitar anak- anak kita merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini tidaklah terbatas, sekalipun pada umumnya tidak dirancang secara sengaja untuk kepentingan pendidikan. Sumber belajar lingkungan ini akan semakin memperkaya wawasan dan pengetahuan anak karena mereka belajar tidak terbatas oleh empat dinding kelas, Selain itu kebenarannya lebih akurat, sebab anak dapat mengalami secara langsung dan dapat mengoptimalkan potensi panca inderanya untuk berkomunikasi dengan lingkungan tersebut. Kegiatan belajar dimungkinkan akan lebih menarik bagi anak sebab lingkungan menyediakan sumber belajar yang sangat beragam dan banyak pilihan. Kegemaran belajar sejak usia dini merupakan modal dasar yang sangat diperlukan dalam rangka penyiapan masyarakat belajar (learning societes) dan sumber daya manusia di masa mendatang. Begitu banyaknya nilai dan manfaat yang dapat diraih dari lingkungan sebagai sumber belajar dalam pendidikan, bahkan hampir semua tema kegiatan dapat dipelajari dari lingkungan. Namun demikian diperlukan adanya kreativitas dan jiwa inovatif dari para guru untuk dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.

Jika pada saat belajar di kelas anak diperkenalkan oleh guru mengenai tanaman padi , dengan memanfaatkan lingkungan persawahan , anak akan dapat memperoleh pengalaman yang lebih banyak lagi. Dalam pemanfaatan lingkungan tersebut guru dapat membawa kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di dalam ruangan kelas ke alam terbuka dalam hal ini lingkungan. Namun jika guru menceritakan kisah tersebut di dalam ruangan kelas, nuansa yang terjadi di dalam kelas tidak akan sealamiah seperti halnya jika guru mengajak anak untuk memanfaatkan lingkungan. Artinya belajar tidak hanya terjadi di ruangan kelas namun juga di luar ruangan kelas dalam hal ini lingkungan sebagai sumber belajar yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik, keterampilan sosial, budaya, perkembangan emosional serta intelektual. Anak-anak belajar melalui interaksi langsung dengan benda-benda atau ide-ide. Lingkungan menawarkan kepada guru kesempatan untuk menguatkan kembali konsep-konsep seperti warna, angka, bentuk dan ukuran.Memanfaatkan lingkungan pada dasarnya adalah menjelaskan konsep-konsep tertentu secara alami. Konsep warna yang diketahui dan dipahami anak di dalam kelas tentunya akan semakin nyata apabila guru mengarahkan anak-anak untuk melihat konsep warna secara nyata yang ada pada lingkungan sekitar.



1. Keuntungan memanfaatkan media lingkungan

Memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran memiliki banyak keuntungan. Beberapa keuntungan tersebut antara lain :

* Menghemat biaya, karena memanfaatkan benda-benda yang telah ada di lingkungan
* Memberikan pengalaman yang riil kepada siswa, pelajaran menjadi lebih konkrit, tidak verbalistik.
* Karena benda-benda tersebut berasal dari lingkungan siswa, maka benda-benda tersebut akan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Hal ini juga sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual (contextual learning).
* Pelajaran lebih aplikatif, materi belajar yang diperoleh siswa melalui media lingkungan kemungkinan besar akan dapat diaplikasikan langsung, karena siswa akan sering menemui benda-benda atau peristiwa serupa dalam kehidupannya sehari-hari.
* Media lingkungan memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan media lingkungan, siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan benda, lokasi atau peristiwa sesungguhnya secara alamiah.
* Lebih komunikatif, sebab benda dan peristiwa yang ada di lingkungan siswa biasanya mudah dicerna oleh siswa, dibandingkan dengan media yang dikemas (didesain).

Dengan memahami berbagai keuntungan tersebut, seharusnya kita dapat tergugah untuk memanfaatkan semaksimal mungkin lingkungan di sekitar kita untuk menunjang kegiatan pembelajaran kita. Lingkungan kita menyimpan berbagai jenis sumber dan media belajar yang hampir tak terbatas. Lingkungan dapat kita manfaatkan sebagai sumber belajar untuk berbagai mata pelajaran. Kita tinggal memilihnya berdasarkan prinsip-prinsip atau kriteria pemilihan media dan menyesuaikannya dengan tujuan, karakteristik siswa dan topik pelajaran yang akan kita ajarkan.



III. Prinsip-prinsip Rekayasa Media Pembelajaran

Media-media yang terdapat di lingkungan sekitar, ada yang berupa benda-benda atau peristiwa yang langsung dapat kita pergunakan sebagai sumber belajar. Selain itu, ada pula benda-benda tertentu yang harus kita buat terlebih dulu sebelum dapat kita pergunakan dalam pembelajaran. Media yang perlu kita buat itu biasanya berupa alat peraga sederhana dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di lingkungan kita. Jika kita harus membuat media belajar semacam itu, maka ada beberapa prinsip pembuatan yang perlu kita perhatikan, yaitu :

* Media yang dibuat harus sesuai dengan tujuan dan fungsi penggunaannya.
* Dapat membantu memberikan pemahaman terhadap suatu konsep tertentu, terutama konsep yang abstrak.
* Dapat mendorong kreatifitas siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen dan bereksplorasi (menemukan sendiri)
* Media yang dibuat harus mempertimbangkan faktor keamanan, tidak mengandung unsur yang membahayakan siswa.
* Usahakan memenuhi unsur kebenaran substansial dan kemenarikan
* Media belajar hendaknya mudah dipergunakan baik oleh guru maupun siswa
* Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat hendaknya dipilih agar mudah diperoleh di lingkungan sekitar dengan biaya yang relatif murah
* Jenis media yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan sasaran didik

This entry was posted on September 1, 2009 at 1:53 am and is filed under Science Community . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed You can leave a response, or trackback from your own site.

Senin, 21 Juni 2010

manfaat radiaktif

MANFAAT ZAT RADIOAKTIF / RADIOISOTOP

Dalam indikator SKL UN Fisika 2009-2010 yang paling akhir (SKL ke-6 dan indikator terakhir), yaitu :
Menentukan jenis-jenis zat radioaktif dan mengidentifikasi manfaat radioisotop dalam kehidupan

Dalam soal-soal TO seringkali muncul dalam soal nomor 40, yaitu manfaat radioaktif/radioisotop dalam berbagai bidang. Untuk itu saya mengumpulkan beberapa manfaat radioisotop dalam berbagai bidang. Smoga bermanfaat :

A. Bidang kedokteran
I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati dan otak
Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung
Tc-99 & Ti-201 Mendeteksi kerusakan jantung
Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah
Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru
P-32 Penyakit mata, tumor dan hati
Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah
Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa
Se-75 Mendeteksi kerusakan Pankreas
Tc-99 Mendeteksi kerusakan tulang dan paru-paru
Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening
C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia
Co-60 Membunuh sel-sel kanker

B. Bidang Hidrologi.
1.N-24 Mempelajari kecepatan aliran sungai.
2.N-24Menyelidiki kebocoran pipa air bawah tanah.

C. Bidang Biologis
1.I-131 untuk Mempelajari kesetimbangan dinamis.
2. O- 18 Mempelajari reaksi pengesteran/esterfikasi.
3.C-14 Mempelajari mekanisme reaksi fotosintesis.

D. Bidang pertanian.
1. Pemberantasan hama dengan teknik jantan mandul, contoh : Hama kubis
2. Pemuliaan tanaman/pembentukan bibit unggul, contoh : Padi
3. Penyimpanan makanan sehingga tidak dapat bertunas, contoh : kentang dan bawang
4.n-15 untuk mendeteksi efektinitas pemupukan

E. Bidang Industri
1. sinar gamma/x Pemeriksaan tanpa merusak, contoh : Memeriksa cacat pada logam
2. Mengontrol ketebalan bahan, contoh : Kertas film, lempeng logam
3. sinar gamma Pengawetan bahan, contoh : kayu, barang-barang seni
4. Meningkatkan mutu tekstil, contoh : mengubah struktur serat tekstil
5.. Untuk mempelajari pengaruh oli dan aditif pada mesin selama mesin bekerja

F. Bidang Arkeologi
1. Menentukan umur fosil dengan C-14

Sistem penilaian

A.PENGERTIAN PENILAIAN

a.Penilaian adalah proses sistemmatis meliputi pengumpulan imformasi (angka,deskripsi verbal),Analisis,Interpretasi imformasi untuk mengambil keputusan.

b.Penilaian kelas adalah Proses pengumpulan & penggunaan informasi oleh guru melalui sejumlah bukti
untuk membuat keputusan ttg pencapaian hasil belajar/kompetensi siswa.

c.Pengertian Standar penilaian berdasarkan peraturan MENDIKNAS Nomor 20.
Tahun 2007 .

*Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
*Penilaian hasil belajar peserta didik dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional;
*Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik;
*Penilaian dapat berupa ulangan dan atau ujian.


B.JENIS-JENIS PENILAI BERDASARKAN PERATURAN MENDIKNAS NO 20 TAHUN 2007

1.Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik.

2. Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk merigukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.

3. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 - 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.



4. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.

5. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester tersebut.

6.Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian Sekolah/Madrasah.

7. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.


C.TUJUAN DAN FUNGSI PENILAIAN

a.Tujuan

1. keeping-track (proses pembelajaran sesuai dengan rencana)

2. cheking-up (mencek kelemahan dalam proses pembelajaran)

3. finding-out(menemukan kelemahan & keslahan dalam pembelajaran)

4. summing-up (menyimpulkan pencapaian kompetensi peserta didik)


b.Fungsi

1. Mengetahui kemajuan dan kesulitan beajar siswa

2. Memberikan umpan balik

3. Melakukan perbaikan kegiatan pembelajaran

4. Memotivasi guru mengajar lebih baik

5. Memotivasi siswa belajar lebih giat

D.PRINSIP PENILAIAN KELAS

1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta. Didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

4. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan. salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-Iangkah baku.

8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.


E.CIRI PENILAIAN KELAS

1. Belajar tuntas
2. Otentik
3. Berkesinambungan
4. Berdasarkan acuan kriteria/patokan
5. Mengunakan berbagai cara dan alat penilaian



1. Belajar Tuntas
• Belajar Tuntas (mastery learning): peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar, dan hasil yang baik.
• “Jika peserta didik dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa mata pelajaran dan diajarkan sesuai dengan karakteristik mereka, maka sebagian besar dari mereka akan mencapai ketuntasan”.
(John B. Carrol, A Model of School Learning)
• Guru harus mempertimbangkan antara waktu yang diperlukan berdasarkan karakteristik peserta didik dan waktu yang tersedia di bawah kontrol guru (John B. Carrol)
• “Peserta didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, mereka dapat berhasil jika kompetensi awal mereka terdiagnosis secara benar dan mereka diajar dengan metode dan materi yang berurutan, mulai dari tingkat kompetensi awal mereka”
(JH. Block, B. Bloom)


2. Penilaian Otentik
• Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu
• Mencerminkan masalah dunia nyata bukan dunia sekolah
• Menggunakan berbagai cara dan kriteria
• Holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap,)


3. Berkesinambungan
Memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan Kenaikan Kelas.
• Ulangan Harian : selesai satu atau beberapa Indikator. (tertulis, observasi, penugasan, atau lainnya)
• Ulangan Tengah Semester : selesai beberapa Kompetensi Dasar pada semester yang bersangkutan
• Ulangan Akhir Semester : selesai semua Kompetensi Dasar pada semester yang bersangkutan.
• Ulangan Kenaikan Kelas : selesai semua Kompetensi Dasar pada semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada kompetensi dasar semester genap


4. Berdasar Acuan kriteria/patokan
Prestasi kemampuan peserta didik TIDAK DIBANDINGKAN dengan peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya dan patokan yang ditetapkan



5. Menggunakan Berbagai cara & alat penilaian
• Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi
• Menggunakan penilaian yang bervariasi: Tertulis, Lisan, Produk, Portofolio, Unjuk Kerja, Proyek, Pengamatan, dan Penilaian Diri


F.MACAM-MACAM PENILAIAN

• a.Penialaian oleh pendidik
• b.penilaian oleh satuan pendidik
• c.penilaian oleh pemerintah

a.Penilaian Oleh Pendidik

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran.

Kegiatan penilaian meliputi:
1. Penginformasian silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester;
2. Pengembangan indikator pencapaian KD dan m pemilihan teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran;
3. Pengembangan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih;
4. Pelaksanaan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan

5. Pengolahan hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik;
6. Pengembalian hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik;
7. Pemanfaatan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran;
8. Pelaporan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh;
9. Pelaporan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan digunakan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.

b.Penilaian Oleh Satuan Pendidik

Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran.
Kegiatan penilaian meliputi:
1. Penentuan KKM setiap mata pelajaran dengan harus memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik;
2. Pengkoordinasian ulangan yang terdiri atas ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas;
3. Penentuan kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket melalui rapat dewan pendidik, atau
penentuan kriteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan
pendidik;
4. Penentuan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan melalui
rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian
oleh pendidik;

5. Penentuan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil ujian sekolah/madrasah;
6. Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan penentuan kelulusan peserta didik dari Ujian Sekolah/Madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah bagi satuan pendidikan penyelenggara ujian sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah ;

7. Penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik sesuai dengan kriteria:

a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran,
b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan,
c. lulus Ujian Sekolah/Madrasah, dan
d. lulus Ujian Nasional.


c.Penilaian Oleh Pemerintah

• Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN);
• UN didukung oleh sistem yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal serta pelaksanaan yang aman, jujur, dan adil;
• Dalam rangka penggunaan hasil UN untuk pemetaan mutu program/atau satuan pendidikan, Pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap hasil UN.




G.PROSEDUR PENILAIAN
• Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana peiaksanaan pembelajaran (RPP);

• Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan;

• Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik;

• Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarga-negaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oieh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/madrasah;

Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah:
a. menyusun kisi-kisi ujian,
b. mengembangkan instrumen,
c. melaksanakan ujian,
d. mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik
dari ujian sekolah/madrasah, dan
e. melaporkan serta memanfaatkan hasil penilaian;

• Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan;

• Penilaian kepribadian adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan;

• Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan;

• Keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditanda-tangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/madrasah


H.TEKNIK /CARA PENILAIAN

a.Unjuk Kerja (Performance)
b.Penugasan (Proyek/Project)
c. Hasil kerja (Produk/Product)
d. Tertulis (Paper & Pen)
e. Portofolio (Portfolio)
f. Sikap
g. Diri (Self Assessment)

• Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik;
• Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja;
• Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan atau di luar kegiatan pembelajaran;
• Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan atau proyek;
• Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan: substansi, konstruksi, dan bahasa.

a.Unjuk Kerja (Performance) :
pengamatan terhadapa aktivitas siswa sebagaimana terjadi (unjuk kerja, tingkah laku, interaksi)



b.Penugasan (Proyek) :
Penilaian terhadap suatu tugas yang mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu

c.Hasil Kerja (Produk):
Penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni

d.Tes Tertulis
Memilih dan Mensuplai jawaban

e.Portofolio
Penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) siswa yang sistematis

f.Penilaian Sikap
Penilaian terhadap perilaku dan keyakinan siswa terhadap obyek sikap

g.Penilaian Diri
Menilai diri sendiri berkaitan dengan status, proses, tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.






I.PELAPORAN( Laporan Hasil Penilaian )

• Rapor adalah laporan kemajuan belajar
• Berisi informasi tentang pencapaian kompetensi
• Sekolah boleh menetapkan sendiri model rapor yang dikehendaki, dengan syarat komunikatif dan menggambarkan pencapaian kompetensi.
• Model yang ada merupakan contoh yang dapat dimodifikasi/diadopsi oleh sekolah.

• LAPORAN HASIL PENILAIAN

• Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi;
• Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran disertai dengan deskripsi kemajuan belajar;
• Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya;
• Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Biokimia

A.PENGERTIAN BIOKIMIA
Biokimia adalah ilmu yang mempelajari reaksi kimia yang terjadi dalam sel atau organisme yang hidup
Kehidupan tergantung pada reaksi biokimianya
Reaksi biokimia yang harmonis dalam tubuh menyebabkan kondisi tubuh sehat, sebaliknya penyakit mencerminkan abnormalitas biomolekul, reaksi biokimia atau proses biokimia

a.pengertian reaksi fisika
Reaksi Fisika: adalah perubahan bentuk suatu zat dan tidak menghasilkan zat baru
Hasilnya masih zat yang sama, hanya bentuknya atau wujudnya yang berubah, misal dari besar menjadi kecil (lembut) atau dari padat jadi cair
Misal: perubahan beras → tepung, atau es → air

b.pengertian reaksi kimia
Reaksi Kimia : adalah reaksi dua zat atau lebih yang menghasilkan zat baru, zat baru tsb berbeda dengan zat asalnya
Misal: Perubahan beras → nasi
Amilum → glukose
Protein → asam amino
Lemak → asam lemak
Reaksi kimia dalam tubuh (reaksi biokimia) selalu menggunakan enzim


B.TUJUAN BIOKIMIA
Menguraikan dan menjelaskan semua proses kimiawi pada sel hidup dalam pengertian molekuler
Upaya untuk memahami bagaimana kehidupan bermula

C.HUBUNGAN BIOKIMIA DENGAN ILMU LAIN
Biokimia asam nukleat (DNA dan RNA) → inti ilmu genetika
Fisiologi: ilmun tentang faal tubuh, pengkajianya overlaping dengan biokimia
Imunologi: penjelasan proses reaksi antigen antibodi (imunoglobulin), reaksi alergi perlu ilmu biokimia
Farmakologi: metabolisme obat perlu ilmu biokimia dan fisiologi

Toksikologi: ilmu yang mempelajari racun tubuh, perlu biokimia
Patologi: ilmu tentang penyakit (inflamasi, cedera sel, kanker), perlu biokimia
Mikrobiologi: ilmu tentang bakteri, perlu biokimia
Zoologi dan botani: juga perlu biokimia

D.PERBEDAAN UNSUR, SENYAWA DAN MOLEKUL
Unsur: zat terkecil, yang tidak dapat dibagi lagi
Contoh unsur kimia: Na, K, Ca, Fe, O, C
Gabungan dua atau lebih unsur yang sama disebut: molekul
Contoh: O + O → O2
Cl + Cl → Cl2
Gabungan dua atau lebih unsur yang tidak sama disebut: senyawa
Contoh: H + O → H2O
Na + Cl → NaCl

E.UNSUR DAN BIOMOLEKUL TUBUH MANUSIA
Karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen merupakan unsur utama tubuh manusia
Kalsium, fosfor, kalium, natrium, klor, magnesium, besi, mangan, yodiun dan unsur lainya memiliki makna biologis dan medis yang sangat penting
Air, DNA, RNA, protein, polisakarida dan lipid merupakan biomolekul utama tubuh
a.Unsur tubuh manusia
1. C = 50%
2. O = 20%
3. H = 10%
4. N = 8,5%
5. Ca = 2,5%
6. K = 1%
7. S = 0,8%
8. Na = 0,4%
9. Cl = 0,4%
10. Mg = 0,1%
11. Fe = 0,01%
12. Mn = 0,001%
13. I = 0,00005%

b.Biomolekul tubuh manusia.

Biomolekul persentase :
1. AIR 61,6 %
2. PROTEIN 17,0 %
3. LEMAK 13,8 %
4. MINERAL 6,1 %
5. KARBOHIDRAT 1,5 %

Biomolekul dan fungsi
DNA → bahan genetik (gen)
RNA → template (cetakan) → sintesa protein (membawa pesan genetik)
Protein → bahan enzim, hormon, antibodi
Karbohidrat → sumber energi utama
Lipid → membran sel, pelarut vitamin ADEK, simpanan energi

Pengertian sel
Sel merupakan unit fundamental biologi
Sel merupakan unit terkecil organisme yang mampu mempertahankan kehidupan sendiri
Sel mempunyai organel dengan fungsi khusus
Tiap organel menjalankan fungsi dengan reaksi kimia masing-masing

F.MANFAAT BIOKIMIA
Hasil penelitian biokimia turut menentukan diagnosis, prognosis dan pengobatan penyakit
Pendekatan biokimia sering menjadi unsur fundamental untuk menjelaskan sebab penyakit dan merancang terapi yang tepat
Penggunaan berbagai pemeriksaan biokimia laboratorium secara bijaksana merupakan komponen integral dalam penegakan diagnosis dan pemantauan hasil terapi

G.PENYEBAB PENYAKIT (BIOKIMIA)
Penyebab fisik: trauma mekanis, suhu tinggi/rendah, perubahan mendadak tekanan atmosfer, radiasi, syok listrik
Penyebab kimia dan obat2an: toksin, obat
Penyebab biologi: virus, riketsia, bakteri, fungus, parasit
Kekurangan O2: penurunan sirkulasi darah, kekurangan Hb, peracunan enzim oksidatif

• Genetik: kongenital, molekuler
• Reaksi imunologis: anafilaksis, hipersensitivitas, autoimune
• Gangguan keseimbangan gizi: defisiensi gizi, kelebihan gizi
• Gangguan keseimbangan hormon: defisiensi atau kelebihan hormon

Persahabatan bagai kedondong

Friendship like kedodondong change into pickles and fruit salad sometimes, too salty, sometimes too spicy tamarind and important ^ ^ ga 'make keracunan.masih can make in makan.namun tolelir keselek do not let the seeds, Shortness of breath can be acute, or even Is Death. ..... YOU KNOW .... HHO HHO ....

Angel Diary-even soap operas are also telling the same story about the meaning of friendship. In a friendship not only implies a sense of a close friendship, but precipitates a silent competition that occurs without conscious or aware of a friendship.

Can not be denied, that the friend, as well as a friend to confide in the best, loyal friend, a friend of the street that's fun, my friend is the main competitor. In every friendship is always there will always be conflicts that arise. Conflicts that arise are usually triggered by a quiet competition going on among friends.

One case (and it most often happens) is when two friends liked the same guy or girl who likes the same. They will try to win sympathy from the guy or girl in any way. Quite often, friendships grow cold or destroyed "only" a matter of love.

Whereas previously they had vowed that there are none that can destroy friendships.

Quite often friends "stab" in the back by betraying dating discreetly in the back without a confession. Smart play-act and hide all the treachery that is based on the name of love. Emang Love does not wrong, all might be true when feelings of love to defeat the logic.

Why yes, it happens more often so rich?

Actually it was humane and fair kok because we can be friends and friends are usually based on the similarities of interests, hobbies, tastes, preferences and behavior of us. Though visible from the outside of two other individuals exist in nature but they actually thought a suitable one, which makes them comfy stay in a bond of friendship.

However, we sometimes forget that common interests and tastes that brings two or more people indirectly friend also has the same stereotype of looking at people who liked.

Thus, when one friend falls in love with someone, sure deh, 90% at the same best friend in the liver would also say, "You know, why we taste the same huh? I also liked lho type-type with the rich man does. "

Although often the case things like that, but not all have the potential to become a traitor friend. Because even though he likes with the same type of person, there is a friend who is able to reduce emotion and chose to stay away and find someone else beyond the people who loved her best friend. He chose to always support and help his friend to achieve what is desired.

Moringa leaves the world not as wide, so a lot of girl and guy are milling about in the universe. Who have the same stereotype, complete with all the advantages and disadvantages.

So there is a reason not to betray a friendship just to grab attention gebetan boyfriend or best friend?

firs love

Theoretically first love can happen in any age or not happen at all. But most people had fallen in love for the first time when they were teenagers. That exciting new experience most of us remember very well during all our life. For an adult, the experience on own high school problems and the problems of their children seem very funny, silly and simple especially compared with all the difficulties of adult life. Somehow they forget how tragic and full of drama life and relationships were than in our adolescence.

Like me, as a teenager falls in love and it happens for the first time I feel all its ups and downs for the first time either. In that age I mostly enjoy myself and study the new emotions inside than show much interest for the inner world of our first Girlfriend.

Once I start to show interest to the persons of the other sex and a little later instinctively choose my first love. This is will interest and trouble me during all my future life but these first steps are always the most difficult and for some of me turn to be very painful. I have a growing and changing body that I haven’t started to understand yet and a delicate soul which is so easy to hurt.




Adults very often don’t take this first affection for serious, they may laugh at it, preach, tell their children that they are too young to really feel anything.

No one can stop anybody from falling in love especially when it’s so beckoning with the novelty. Wise adults can only try to support me as a young comrade to pass this complicated with the least wounds and hurt. The feelings of adolescents are as changeable as the mood. So the first love usually goes very soon after it comes.

The first love is only the first lesson to learn but it like Alphabet stays in the basic of the whole future relationships of a human.

weather

europe has four season.They are spring,summer,autumn,and winter.in spring,it is rainy and wet.trees and flower start to grow .in summer,it is hot and sunny.people usually go on holiday in this season.In autumn,it is cold and foggy.trees lose their leaves.In winter,it is very cold and it snows .people have to wear thick clothes.

people carakter

my friend yopi has got short,straightblack hair,his eyes are black,he has got big ears and a straight nose.yopi is tall.he has got slim/big body.he is a friendlyboy in my class

my friends yuna has got brown eyes,her eyes are big.she wears glasses.she is short.she has got short,brown wavy hair,and small ears.she is thin she has got thin lips.her face is beatiful

hUman body

The human body is unique.we have five senses such as touch,taste,smell,hearing,and sight.our skin has million of sensory receptor whichcan feel pain,hot and cold,and touch.we have to eyes for seeing many thing.we have two ears for hearing the sounds.we have a nose for breathing and smelling.we have a tongue for testing.we have two hands for taking or bringing things.
we have two legs for walking

Describing

Fruit dan vegetable

I’am fruit,I’am a small,red,round fruit that grow on a tree.
What am I ? (cherry/apple)

I’am fruit ,I’am red or yellow fruit eaten raw or cooked as a vegetable.
What am I ? (Tomato/potata)

I’am fruit,I’am long,thin,Green and a vegetable .
What I’am?? (Cucumber/long bean)

I’am a vegetable tyipically orange in colour,eaten raw or cooked.
What I’am ? (lettuce/carrot)

I’am a juicy fruit with an orange skin and juicy flesh.
What am I ? ( orange/avocado )


Animal

I have long neck, I eat leaves,shrubs,and vines .I’am >… (giraffe)

Minggu, 20 Juni 2010

Quantum Teaching

Quantum Teaching, mengajar yang menyenangkan
A. Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
Pada perkembangan selanjutnya, Bobbi DePorter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov, dan Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik.
Konsep itu sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter. Dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991, yang melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73% , meningkatkan harga diri 84% dan melanjutkan penggunaan keterampilan 98%.
Persamaan Quantum Teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Fisika Quantum yaitu:
E = mc2
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik.
B. Arti Quantum Teaching
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Dalam Quantum Teaching bersandar pada konsep ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Dengan Quantum teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Penelitian di Universitas California mengungkapkan bahwa masing-masing otak tersebut mengendalikan aktivitas intelektual yang berbeda.
Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan hal lain yang memerlukan pemikiran rasional, beralasan dengan pertimbangan yang deduktif dan analitis. Bgian otak ini yang digunakan berpikir mengenai hal-hal yang bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat memfokuskan diri pada garis dan rumus, dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan irama.
Otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya cipta dan bakat artistik. Pemikiran otak kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.
C. Prinsip Quantum Teaching
Prinsip dari Quantum Teaching, yaitu:
1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
Kerangka rancangan Belajar Quantum Teaching yang dikenal sebagai TANDUR
1. TUMBUHKAN. Tumbuh- kan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU “
(AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar
1. ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar
2. NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”
3. DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk ‘menunjukkan bahwa mereka tahu”
4. ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
5. RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan
D. Petunjuk Pelaksanaan Quantum Teaching (Contoh Kasus di SMA Anu)
1. Guru wajib memberi keteladanan sehingga layak menjadi panutan bagi peserta didik, berbicaralah yang jujur , jadi pendengar yang baik dan selalu gembira (tersenyum).
2. Guru harus membuat suasana belajar yang menyenangkan/kegembiraan. “learning is most effective when it’s fun. ‘Kegembiraan’ disini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari) , dan nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik.
3. Lingkungan Belajar yang aman, nyaman dan bisa membawa kegembiraan:
a. Pengaturan meja dan kursi diubah dengan berbagai bentuk seperti bentuk U, lingkaran
b. Beri tanaman, hiasan lain di luar maupun di dalam kelas
c. Pengecatan warna ruangan, meja, dan kursi yang yang menjadi keinginan dan kebanggaan kelas
d. Ruangan kelas dihiasi dengan poster yang isinya slogan, kata mutiara pemacu semangat, misalnya kata: “Apapun yang dapat Anda lakukan, atau ingin Anda lakukan, mulalilah. Keberanian memiliki kecerdasan, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya” (Goethe).
4. Guru harus memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh yang kuat pada proses belajarnya. Guru dapat mempengaruhi suasana emosi siswa dengan cara :
a. kegiatan-kegiatan pelepas stres seperti menyanyi bersama, mengadakan permainan, outbond dan sebagainya.
b. aktivitas-aktivitas yang menambah kekompakan seperti melakukan tour, makan bersama dan sebagainya.
c. menyediakan forum bagi emosi untuk dikenali dan diungkapkan yaitu melalui bimbingan konseling baik oleh petugas BP/BK maupun guru itu sendiri.
5. Memutar musik klasik ketika proses belajar mengajar berlangsung. Namun sekali-kali akan diputarkan instrumental dan bisa diselingi jenis musik lain untuk bersenang-senang dan jeda dalam pembelajaran.
6. Sikap guru kepada peserta didik :
a. Pengarahan “Apa manfaat materi pelajaran ini bagi peserta didik” dan tujuan
b. Perlakukan peserta didik sebagai manusia sederajat
c. Selalu menghargai setiap usaha dan merayakan hasil kerja peserta didik
d. Memberikan stimulus yang mendorong peserta didik
e. Mendukung peserta 100% dan ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
f. Memberi peluang peserta didik untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.
7. Terapkan 8 kunci keunggulan ini kedalam rencana pelajaran setiap hari. Kaitkan kunci-kunci ini dengan kurikulum.
a. Integritas: Bersikaplah jujur, tulus, dan menyeluruh. Selaraskan nilai-nilai dengan perilaku Anda
b. Kegagalan Awal Kesuksesan: Pahamilah bahwa kegagalan hanyalah memberikan informasi yang Anda butuhkan untuk sukses
c. Bicaralah dengan Niat Baik: Berbicaralah dengan pengertian positif, dan bertanggung jawablah untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus. Hindari gosip.
d. Hidup di Saat Ini: Pusatkan perhatian pada saat ini dan kerjakan dengan sebaik-baiknya
e. Komitmen: Penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi dan lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan
f. Tanggung Jawab: Bertanggungjawablah atas tindakan Anda.
g. Sikap Luwes dan Fleksibel: Bersikaplah terbuka terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu Anda memperoleh hasil yang diinginkan.
h. Keseimbangan: Jaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa Anda. Sisihkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang ini.
8. Guru yang seorang Quantum Teacher mempunyai ciri-ciri dalam berkomunikasi yaitu :
a. Antusias : menampilkan semangat untuk hidup
b. Berwibawa : menggerakkan orang
c. Positif : melihat peluang dalam setiap saat
d. Supel : mudah menjalin hubungan dengan beragam peserta didik
e. Humoris : berhati lapang untuk menerima kesalahan
f. Luwes : menemukan lebih dari satu untuk mencapai hasil
g. Menerima : mencari di balik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti
h. Fasih : berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur
i. Tulus : memiliki niat dan motivasi positif
j. Spontan : dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil
k. Menarik dan tertarik : mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup peserta didik dan peduli akan diri peserta didik
l. Menganggap peserta didik “mampu” : percaya akan keberhasilan peserta didik
m. Menetapkan dan memelihara harapan tinggi : membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu setiap peserta didik untuk berusaha sebaik mungkin
9. Semua peserta didik diusahakan untuk memiliki modul/buku sumber belajar lainnya, dan buku yang bisa dipinjam dari Perpustakaan. Tidak diperkenankan guru mencatat/menyuruh peserta didik untuk mencatat pelajaran di papan tulis
10. Dalam melakukan penilaian guru harus berorientasi pada :
a. Acuan/patokan. Semua kompetensi perlu dinilai sesuai dengan acuan kriteria berdasarkan indikator hasil belajar.
b. Ketuntasan Belajar. Ketuntasan belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawakan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi berikutnya.
c. Metoda penilaian dengan menggunakan variasi, antara lain
Tes Tertulis : pertanyaan-pertanyaan tertulis
Observasi : pengamatan kegiatan praktik
Wawancara : pertanyaan-pertanyaan langsung tatap muka
Portfolio : Pengamatan melalui bukti-bukti hasil belajar
Demonstrasi : Pengamatan langsung kegiatan praktik/pekerjaan yang sebenarnya
1. Kebijakan sekolah dalam KBM yang patut diperhatikan oleh guru :
a. Guru wajib mengabsensi peserta didik setiap masuk kelas
b. Masuk kelas dan keluar kelas tepat waktu. Jam pertama misalnya 07.30 dan jam terakhir harus pulang sama-sama setelah bel berbunyi. Pada jam istirahat tidak diperkenankan ada kegiatan belajar mengajar.
c. Guru wajib membawa buku absen & daftar nilai, Silabus, RPP, program semester, modul/bahan ajar sejenisnya ketika sedang mengajar
d. Selama KBM tidak boleh ada gangguan yang dapat mengganggu konsentrasi peserta didik. Misalnya guru/peserta berkomitmen bersama untuk tidak mengaktifkan HP ketika PBM berlangsung
e. Guru harus mendukung kebijakan sekolah baik yang berlaku baik untuk dirinya sendiri maupun untuk peserta didik dan berlaku proaktif.
f. Untuk pelanggaran oleh peserta didik maka hukuman dapat ditentukan secara musyawarah bersama peserta didik, namun untuk pelanggaran kategori berat sekolah berat menentukan kebijakan sendiri.
1. Pengalaman belajar hendaknya menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran.
a. Terdapat kegiatan membaca, menjelaskan, demonstrasi, praktek, diskusi, kerja kelompok, pengulangan kembali dalam menjelaskan dan cara lain yang bisa ditemukan oleh guru.
b. Gunakan spidol warna-warni dalam membantu menjelaskan di papan tulis.
c. Disarankan menggunakan media pendidikan seperti projector, bagan, dan sebagainya.
d. Diperbolehkan belajar di luar kelas seperti di bawah pohon, dipinggir jalan
Siswa belajar : 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang di lihat dan dengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan lakukan (Vernon A. Magnessen, 1983). Ini menunjukkan guru mengajar dengan ceramah, maka siswa akan mengingat dan menguasai hanya 20% karena siswa hanya mendengarkan. Sebaliknya jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkanknya maka akan mengingat dan menguasai sebanyak 90%.
1. Guru harus selalu menghargai setiap usaha dan hasil kerja siswa serta memberikan stimulus yang mendorong siswa untuk bernuat dan berpikir sambil menghasilkan kara dan pikiran kreatif. Ini memungkinkan siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Untuk itu guru bisa menggunakan berbagai metoda dan pengalaman belajar melalui contoh yang konstekstual. Setiap kesuksesan dalam belajar siswa layak untuk dirayakan.
1. Suasana belajar siswa, guru dapat mengarahkan kearah ke ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Suasana belajar juga melibatkan mental-fisik-emosi –sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.
E. Penutup
Sekolah yang didirikan DePorter itu, menjadi pusat percontohan tempat metode Quantum dipraktikkan. Remaja, karyawan, eksekutif perusahaan, menjadi murid di sekolah ini. Tujuannya satu: menjadi manusia baru. Itulah sebabnya Jack Canfielf, penulis buku Chicken Soup of the Soul mengatakan, metode ini akan mengobarkan kembali api yang ada di dalam diri Anda.
Penulis telah melakukan uji coba di SMK Y untuk melaksanakan pengajaran model quantum ini, namun ternyata tidak semudah harapan dan teori yang ditulis oleh DePorter, penulis mengalami hambatan antara lain :
1. Ketika ada musik dalam pembelajaran, para guru merasa keberatan dan merasa aneh. Mereka menganggap musik justru mengganggu konsentrasi
2. Guru dan Siswa SMK Y tidak terbiasa mendengar musik klasik, instrument yang lembut. Sehingga ketika musik dipaksakan di dengarkan di kelas, siswa malah mengantuk dan guru merasa terganggu
3. Tidak bisa selamanya guru berlaku manis, baik dan perhatian kepada siswa. Justru sikap ini bisa diremehkan siswa. Jadi guru dalam hal ini harus lengkap perangainya bisa marah namun juga bisa ramah.
Namun untuk penerapan di SMA Favorite di sebuah kota Anu dan di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar, sungguh Quantum Teaching merupakan keberhasilan yang luar biasa antara guru, siswa dan sekolah/Lembaga Bimbel dalam bersama-sama meraih puncak prestasi. Jika Anda menjadi guru apa dan di sekolah mana saja silahkan mencoba menerapkan Quantum Teaching, dan penulis ucapkan : Selamat menjadi Guru Quantum yang ‘kan menjadikan kelas “Bergairah dan Menyenangkan”